Sabtu, 22 Agustus 2015

BICI 285 - Juli 2015

EXPO Milano: Rancangan Pangan Fransiskan

Dari tanggal 1 Mei sampai 31 Oktober 2015 di Milano terbuka Eksposisi Universal: EXPO MILANO 2015, sekitar tema utama "Pangan: daya hidup Ibu Pertiwi". Keluarga fransiskan ikut hadir pada kesempatan istimewa ini dengan pelbagai kegiatan, khususnya di Milano dan di Asisi. Rancangan kegiatannya merangkum dan mengikutsertakan semua orang melalui: Pembagian 25.000 lembar majalah dan terbitan berkala fransiskan berisi teks tentang pangan melalui kios-kios informasi di EXPO Milano 2015. Teks-teks tersebut diterbitkan dalam bahasa Italia dan Inggris sekitar tema utama: Pangan Fransiskan, pangan "pamer", pangan terbuang, pangan berbicara, pangan harapan, pangan yang dimakan, Pangan antara perang dan damai, Pangan dalam pelbagai agama, dst. Kegiatan-kegiatan berikut ini juga dirancangkan di:

MILANO: 1 Mei - 31 Oktober: Paviliun Italia, dipamerkan dua karya seni dari koleksi Frederick Mason Perkins, dari Museum Khazanah Basilika Santo Fransiskus, dalam kerja sama dengan Sacro Convento (Biara makam Fransiskus) di Asisi: -- Kotak relekwi dilapisi tenunan benang perak berhiasan koral merah dari abad ke-XVII -- Santo Sebastianus martir, lukisan cat minyak pada tenunan dari abad ke-XVI. Instalasi video "Pemugaran -- Keindahan lahir kembali", berisi gambar-gambar dari lukisan-lukisan dinding di Basilika Santo Fransiskus, mulai dari gempa bumi perusak di tahun 1997, sampai kembali berseri mulia. Video ini disponsori oleh Kementerian Khazanah dan Kegiatan Kebudayaan dan Pariwisata Italia. Video pemugaran Basilika Atas Santo Fransiskus ini ditayangkan di Pameran Gedung Italia, tepatnya di lantai kedua di bagian "Kekuatan Keindahan".  Tayangan video "Film berwarna ultra HD pertama tentang Fransiskus" yang kemudian disiarkan ke Eropa, Timur Tengah dan Afrika Utara melalui kanal eksperimental Ultra HD -- 4K1 -- dari Eutelsat, partner resmi EXPO 2015.

6 September: Paviliun Italia, di ruang Pusat Konferensi diselenggarakan pertemuan "Pangan dalam pelbagai agama" antara tokoh-tokoh yang mewakili pelbagai agama, untuk memperjelas arti dan peranan pangan dalam agamanya masing-masing.

13 atau 16 Oktober: Paviliun Eataly, dalam konteks pameran "Khazanah Italia" direncanakan pertemuan tentang pembaharuan penerangan Basilika Santo Fransiskus dari Asisi. Pertemuan ini akan dihadiri oleh sejumlah ahli di bidang tersebut, untuk membahas tema cahaya penerang dari sudut pandangan pemeliharaan lukisan dinding, peningkatan keindahannya, penghematan energi, serta segi kesenian, kerohanian dan liturgi.

ASISI: 1 - 31 Oktober: Dalam kerja-sama dengan regio Umbria, khususnya diperhatikan "Antara kesehatan dan kerohanian -- Minyak yang menyembuhkan dan melahirkan kembali". Di bulan panen buah zaitun dan penghasilan minyaknya, khususnya mau diperhatikan hasil pertanian ini, yang khususnya penting bagi pertanian di daerah Umbria tetapi juga penuh arti keagamaan dan kerohanian.

11 September: Di Sacro Convento (Biara makam Fransiskus) di Asisi akan diadakan manifestasi "Panis Angelicus", menyangkut hubungan antara pangan dan musik, sebagai tradisi setempat penuh kesegaran daya cipta kreasi baru. Manifestasi tersebut diselenggarakan oleh Sekretariat regional Kementerian Khazanah dan Kegiatan Kebudayaan serta Pariwisata daerah Umbria.

4 Oktober: hari raya Santo Fransiskus pelindung Italia. Regio Lombardia tahun ini mempersembahkan minyak hasil daerahnya bagi Lampu Kota-kota Italia di makam Santo Fransiskus, dan ikut serta dalam upacara menyalakan lampu itu.

17 Oktober: Di Sacro Convento di Asisi, inaugurasi instalasi penerangan baru di Basilika Santo Fransiskus. Instalasi ini meningkatkan nilai khazanah seni Basilika, ramah lingkungan dan sungguh menghematkan energi. Inaugurasi tersebut akan diikuti oleh konser penutup Pameran Internasional musik suci "Asisi pax mundi" (Asisi damai dunia).

(ANSA / Redaksi BICI)

ISTIMEWA

Paus dan kapusin di hati Amerika

     Wawancara dengan sdr. Mariosvaldo Florentino, OFMCap, kustos Paraguay

Manakah artinya kunjungan Bapa Suci Fransiskus bagi Gereja di Paraguay?

Kehadiran pengganti rasul Petrus di tanah air guarani membawa kegembiraan dan kebahagiaan bagi Gereja di Paraguay. Bapa Suci terkenal sebagai orang yang sangat menghargai negara ini, adat kebiasaannya, bahasa guarani yang amat dicintai oleh para penghuninya, dan khususnya keberanian wanita Paraguay yang dijulukinya sebagai "yang paling mulia di seluruh Amerika". Kehadirannya membawa kekuatan baru bagi Gereja yang hidup ini, tetapi yang juga menderita karena beberapa kejadian dan konflik intern di tahun-tahun terakhir ini. Nampaknya kunjungan Bapa Suci menyembuhkan luka dan memberikan semangat baru kepada para gembala dan umat beriman. Sangat indah melihat orang di sepanjang jalan, jumlah besar sukarelawan-sukarelawati, kelompok-kelompok yang mengatur pelbagai pelayanan, kerja sama yang akrab antara Gereja dan Negara.

Paus bernama Fransiskus di tengah orang yang paling miskin. Manakah kesan pribadi yang tersirat di hati?

Paus Fransiskus membawa banyak harapan kepada orang sakit, khususnya kepada anak-anak yang dikunjunginya di rumah sakit kanak-kanak, kepada pengungsi banjir yang tinggal di pemukiman "basah kuyup" di sekeliling kota Asunsión. Paus penuh perhatian mendengarkan keluhan dan harapan masyarakat sipil dan mendorong orang agar berdialog dengan sungguh-sungguh dan jujur. Ia merayakan Ekaristi di tempat ziarah nasional Perawan Cacupè, mempercayakan Paraguay kepada Maria, dan mendoakan ibadat sore bersama pada religius, imam dan seminaris. Ia juga merayakan misa lain bagi ratusan ribu orang pada sebuah altar indah, dibuat dari gugusan jagung, labu, biji bunga matahari dan buah kelapa. Di situ tergambar juga Santo Fransiskus dari Asisi dan Santo Ignatius dari Loyola, sebagai saksi dari iman umat Paraguay. Akhirnya ia bertemu dengan lebih dari 200 ribu orang muda di saat perpisahan yang mengharukan, di mana dikatakannya bahwa orang muda boleh saja bikin ribut, asal kemudian juga tahu ikut mengatasi dan membersihkan sisa-sisa keributannya itu.

Dalam pewartaan Injil awal di Paraguay bekerja para Yesuit dan Fransiskan. Bagaimanakah kedua cara menghayati Injil itu masih dirasakan oleh umat?

Injil di Paraguay diwartakan oleh Fransiskan dan Yesuit. Pertama oleh Fransiskan, dengan mengumpulkan umat di riduzioni, yakni di pemukiman khusus yang dibangun secara sederhana, kurang lebih mengikuti gaya hidup dan bangunan dari suku pribumi sendiri. Pada Yesuit membangun riduzioni mereka dengan memakai teknik bangunan batu, yang waktu itu belum dikenal oleh pribumi. Ketika semua religius diusir dari negara, selama lebih dari seratus tahun iman di pendalaman dipelihara oleh para Fransiskan Sekular. Hal ini meninggalkan bekas berciri fransiskan amat kuat dalam kebudayaan Paraguay. Sering dikatakan bahwa para Yesuit meninggalkan puing bangunan batu dan para Fransiskan iman di hati umat. Sebagai kapusin, kami perhatikan bahwa umat Paraguay suka menyebut diri "hati fransiskan Amerika". Sebab itu dalam terbitan dan gambar tempelan kami pakai slogan: "Paraguay, Hati Fransiskan Amerika". Dan kami yakin kepribadian umat negara ini berjiwa fransiskan. Karena segalanya itu, menyambut seorang Paus bernama Fransiskus, yang begitu sederhana, membuat urat nadi kepribadian fransiskan khas dalam kenyataan pastoral di Paraguay bergema kuat di inti hati umatnya.

Manakah sumbangan para Kapusin selama kunjungan Paus?

Konferensi Uskup-uskup Paraguay meminta saya menanggungjawabi koordinasi persiapan liturgi kunjungan Paus dan menjadi penghubung dengan Pelayanan Perayaan Liturgi Bapa Suci. Alasannya sangat sederhana, mengingat saya satu-satunya doktor dalam Liturgi di Paraguay. Kepala pelayanan tersebut, Mgr. Guido Marini, sangat dekat dengan para kapusin di Genua (ia menerima komuni pertama di gereja kapusin Santo Fransiskus Maria dari Camporosso). Entah mengapa, ketika ia melihat saya, ia berkata: "Tidak terbayangkan saya melihat seorang kapusin bagi tugas ini!" Pengalaman kerja sama sangat mendalam dan berhasil. Syukur kepada Allah, perayaan-perayaan itu layak, sederhana dan sangat mengikutsertakan umat. Saudara-saudara lain juga ikut bekerja sama: sdr. Valentim Pesente, sebagai anggota Komisi Nasional Komunikator Katolik sangat terlibat di bidangnya selama kunjungan. Sdr. Ramón Arévalos bertugas sebagai diakon waktu ibadat sore; sdr. Marcello Caballero membacakan Injil dalam misa utama dan sdr. Héctor Perez dan Marcelo Lezcano (post novis) juga menjadi pelayan altar waktu ibadat sore. Komunitas kapusin kita di Paraguay, bersama segenap penghuni Negara, merasa diri berlimpah-limpah diberkati dalam kunjungan ini. Kami berharap bahwa berkat ini akan membantu kami untuk memperdalam pesannya dan membuat kami lebih gembira menghayati penyerahan diri dalam kebaktian dan misi kami.

KURIA GENERAL

Pertemuan "Proyek Eropa"

ROMA, Italia - "Mengobarkan kembali nyala karisma kita!". Itulah keinginan yang diungkapkan oleh minister general kita, Mauro Jöhri. Waktu pertemuan di Fatima dan dalam bertukar pikiran antara para minister provinsial dan kustos Eropa bersama para ketua konferensi kapusin di Fatima dibicarakan "proyek Eropa" demi menanggapi harapan cukup banyak saudara anggota Ordo kita. Sebagai lanjutan keinginan tersebut, minister general bersama dewan penasihatnya memutuskan untuk membentuk kelompok pendalaman dan riset khusus bagi bidang ini. Komisi tersebut diketuai oleh penasihat general sdr. Pio Murat, dengan anggota: sdr. Eric Bidot, minister provinsial Prancis, sdr. Tomasz Żak, minister provinsial Krakow, sdr. Gaetano la Speme, minister provinsial Sirakusa, dan sdr. Eduard Rey, penasihat provinsial Katalunya. Mereka bertemu di Roma, pada tanggal 21-22 Juli 2015, untuk pendalaman, penyelidikan dan refleksi intensif. Hasilnya disampaikan kepada dewan penasihat general, dan risalah pertemuan bersama beberapa proyek dan kesimpulan akan disampaikan juga kepada para minister dan kustos di Eropa.

KEHADIRAN KAPUSIN

Kegiatan misi untuk merayakan 400 tahun kapusin di Brasil

MARANHÃO (Brasil) -- Dari tanggal 4 sampai 22 Juli 2015, di kota Primeira Cruz (Salib Pertama), berkumpul sekitar 90 saudara kapusin dari semua jajaran Brasil (yang jumlahnya 12 seperti jumlah suku Israel!). Mereka ikut serta dalam kegiatan animasi misi intensif, sebagai penutupan perayaan 400 tahun misionaris kapusin pertama sampai di Brasil. Berpangkal di Primeira Cruz, mereka dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk menjalankan animasi misi intensif jangka panjang. Tenaga khususnya dikerahkan untuk mencapai umat yang paling terpencil dan sulit terjangkau karena jarak dan kesulitan dalam menyelusuri sungai. Kunjungan kepada keluarga, katekese, perayaan sakramen, pertemuan pendidikan dikuatkan oleh saudara-saudara yang ikut berbagi nasib dan hidup bersama umat setempat dan di antara mereka sendiri. Hal ini merupakan kesempatan untuk memperbaharui semangat dekat dengan umat, khususnya melalui hidup bersama orang yang lebih miskin. Bagi sejumlah saudara muda kesempatan ini menjadi pengalaman pertama misi sejati. Hal yang paling mengesankan bagi saudara ialah cara mereka disambut oleh umat yang nampaknya tidak sanggup memberi banyak; dan bagi umat pergaulan sederhana dan langsung para kapusin yang menyentuh hati orang yang dikunjungi. Kegiatan misi ini merupakan pengalaman istimewa, karena inilah pertama kalinya kedua belas jajaran Brasil bersama-sama menjalankan proyek sejenis ini. Mereka menemukan tempat di mana Ekaristi sudah bertahun-tahun lamanya tidak dirayakan, misalnya di tempat terbentuk komunitas setempat di mana diadakan perayaan sabda dan kelompok orang muda dan katekese didampingi oleh pemimpin-pemimpin komunitas yang tidak mempunyai pendidikan sepadan atau malah masih buta huruf.

Pribumi dan saudara memakai hp untuk mewartakan Injil ... di Amazonia

Saudara kapusin Paolo Maria dan Ricardo

Sejak bulan Mei 2015, di hulu sungai Solimões, di Amazonia, cukup sering dapat disaksikan pribumi indios suku tikuna yang -- sering dalam kelompok kecil -- tekun menonton video MP4 di hp, di mana para pelaku bukan berkulit putih dan tidak juga berbahasa Brasil, tetapi orang tikuna berbahasa ibu!

Gereja katolik sudah bertahun-tahun lamanya hadir di tengah suku ini dan sejak dahulu mendengarkan keinginan umat dan melalui para misionaris hidup di tengah mereka. Orang Magüta (oleh orang luar disebut tikuna) merupakan suku terbesar di daerah ini, berjumlah lebih dari 40 ribu orang. Mereka tidak mengenal batas-batas politik, dan pribumi indios dari suku yang sama tinggal juga di Peru dan di Kolombia dan memakai bahasa tikuna yang sama. Dengan demikian, orang berbahasa tikuna seluruhnya berjumlah lebih dari 50 ribu orang. Patut juga diperhatikan bahwa di Manaus, ibu kota daerah, terdapat pemukiman besar orang tikuna.

Tahun 1971 uskup kapusin Dom Frei Adalberto Marzi meyakini betapa perlu diberi perhatian khusus kepada pribumi dan tidak mungkin begitu saja dimasukkan ke dalam pastoral biasa di paroki. Hal itu masih tetap berlaku sampai sekarang! Maka dibentuk paroki khusus bagi mereka, bersama beberapa kampung suku Kokama, lagi satu kampung suku Kanamari dan beberapa keluarga suku pinggir sungai.

Pada tanggal 4 Oktober 1971, Uskup mendirikan paroki Santo Fransiskus dari Asisi berpusat di kampung Belém do Solimões. Sampai sekarang inilah satu-satunya paroki di luar kota ataupun di luar pusat kabupaten. Sampai sekarang pastoral umat pribumi dipercayakan kepada saudara kapusin, yang mendampingi kira-kira 65 komunitas dengan memakai perahu dan kapal kecil, karena jalan darat memang tidak ada ...

KABAR BESAR / KECIL

Pertemuan Eropa Panggilan

PRAHA, Republik Ceko -- Dari tanggal 6 - 9 Juli 2015, dalam tahun Hidup Bakti dan menjelang Sinode uskup-uskup tentang Keluarga, komisi panggilan dari Pelayanan Panggilan Eropa (EVS) menyelenggarakan kongres panggilan tahunan demi pendampingan orang muda menuju imamat dan hidup bakti dalam konteks kebudayaan keluarga dewasa ini. Pertemuan diadakan di Praha (Republik Ceko) dan diikuti oleh 72 orang, dari padanya 9 Uskup, yang diundang oleh Mgr. Joser Kajnek, uskup pembantu Kralové dan uskup penanggung jawab bidang panggilan dari konferensi uskup Ceko. Juga ikut sejumlah penanggung jawab pastoral panggilan dan wakil-wakil dari Konferensi Uskup-uskup di Eropa dan kongregasi religius dari 20 Negara Eropa dan dari Komisi Hidup bakti USA.

"Tujuan utama pertemuan Eropa ini ialah memusatkan kembali perhatian dan praktik pastoral akan prioritas hakiki bagi seluruh Gereja dan pastoral keluarga dan panggilan: yakni menciptakan suasana kebudayaan panggilan dalam keluarga, sehingga keluarga benar-benar dapat menjadi rahim yang sanggup menumbuhkan panggilan. Hal ini berarti bahwa keluarga bukan hanya berupa tempat di mana krisis pendidikan dewasa ini sangat dirasakan, tetapi juga sanggup melahirkan panggilan, bukan hanya bagi hidup berkeluarga, tetapi juga bagi panggilan lain" -- kata Mgr. Domenico dal Molin, direktur Pelayanan Panggilan Konferensi Uskup-uskup Italia dan koordinator komisi CCEE bagi panggilan. Diteruskannya lagi: "Dalam pertemuan ini mau diciptakan fokus khusus dan terarah kepada peranan luar biasa dari suara orang tua dalam proses panggilan. Sayang bahwa terlalu sering orang tua melepaskan tanggung jawab mereka dan menyerahkannya kepada pendidik lain, khususnya melalui media massa yang menyusup masuk dan membanjiri orang muda dengan aneka ragam pesan dan pandangan. Kami ingin menghargai dan menyampaikan masukan Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium kepada orang tua dan bergabung tenaga dengan mereka demi membantu orang tua dalam menemukan kembali panggilan mereka sebagai pasangan, sehingga sanggup mengatasi segala tantangan, kebimbangan dan ketakutan serta mampu mendidik anak-anak mereka bagi aneka ragam pilihan hidup, termasuk yang radikal dan penuh keberanian".

Pelayanan Penyemangatan Panggilan

HIDROLÂNDIA, Brasil -- Dari tanggal 19-25 Juli 2015 ini, di Hidrolândia, pusat pertemuan provinsi Brasil Tengah, diadakan pertemuan nasional bagi pelayanan penyemangatan panggilan. Pertemuan diselenggarakan oleh Konferensi Kapusin Brasil (CBB), dalam koordinasi dengan Kelompok nasional pendidikan awal. Ikut serta 36 saudara, terutama saudara muda, yang datang dari ke-12 jajaran Brasil. Kebanyakan jajaran hadir dengan jumlah cukup berarti (sampai 5 orang). Jumlah hadirin menunjukkan minat dan harapan akan masa depan karisma kita di Brasil. Hadir semua koordinator provinsi dari Pelayanan Penyemangatan Panggilan dan banyak pendamping panggilan dari persaudaraan setempat.

Pertemuan bersifat kursus, tetapi dengan banyak interaksi dari semua peserta. Praktisnya, hari pertama dipakai untuk berbagi aneka ragam proyek dan banyak kegiatan serta percobaan kreatif di bidang pelayanan penyemangatan panggilan. Pertama perlu diperhatikan betapa provinsi-provinsi aktif dan kreatif di bidang ini. Sudah pasti bukan kebetulan jumlah panggilan di Brasil naik, seperti juga jumlah saudara muda dalam pendidikan awal di rumah-rumah pendidikan kita.

Selain dari pertukaran pikiran yang bermanfaat ini, di pertemuan didalami empat tema dasar:

a)  Dua hari dipakai untuk tema: Pendidikan penyemangat panggilan berpangkal pada nilai-nilai. Tema ini dikembangkan oleh profesor Carlos Bruno Araújo Mendonça. Ia menekankan bahwa nilai-nilai fransiskan kapusin yang mau disampaikan kepada orang muda harus sungguh dihayati oleh penyemangat panggilan dalam hidup sehari-hari.

b)  Hari ketiga, di bawah pimpinan sdr. Sergio M. Dal Moro, dipakai bagi kebudayaan panggilan. Suatu penyemangatan panggilan tidak dapat membatasi diri pada usaha mencari calon saja. Masa depan baru terjamin bila dimajukan kebudayaan yang terbuka akan panggilan.

c). Hari Jumat dibahas tema Pendampingan panggilan dari sudut pandangan inisiasi akan cara hidup kita. Ini dipimpin oleh sdr. Evandro de Souza.

d).     Akhirnya, hari Sabtu dipakai bagi halaman Internet CCB dan pentingnya komunikasi melalui Internet bagi penyemangatan panggilan.

Di saat evaluasi, pertemuan dinilai sangat menggembirakan dan positif. Semua peserta mengungkapkan keinginan agar pertemuan sejenis ini diulangi di masa depan dekat.

Sabtu, 04 Juli 2015

Butir-butir “Laudato si’

Butir-butir "Laudato si' ..."

Hidup kristen dan semangat fransiskan dalam Ensiklik baru Paus Fransiskus.

Gereja memberi bimbingan moral berdasarkan tradisi katolik.

  • Perubahan iklim itu persoalan moral.
  • Paus berbicara sebagai gembala, bukan sebagai ahli atau politikus. Ia ingin agar umat katolik mengerti betapa tepat dan perlu kita memelihara ciptaan, dan khususnya saudara-saudari kita.
  • Memelihara alam ciptaan sudah lama diajarkan dalam kitab suci. Gereja juga sudah berulang kali menyinggung pokok ini. Seirama dengan ilmu yang semakin memberi perhatian akan dampak kemanusiaan terhadap alam, Gereja pun semakin jelas dan tegas menggemakan suaranya.
  • Para Bapa suci terakhir merasakan perlu mendalami tema perubahan iklim dan keutuhan ciptaan.
  • Santo Yohanes Paulus II dan Paus emeritus, Benediktus XVI, menghubungkan perhatian akan keutuhan ciptaan dengan solidaritas di antara manusia dan dengan ciptaan Allah.
  • Kedua Paus ini bertindak sebagai duta alam ciptaan dalam meminta perhatian akan keterlibatan manusia yang mencemaskan dalam hal menyebabkan pemanasan bumi dan perubahan iklim.

Usaha mengatasi perubahan iklim melindungi umat Allah

  • Menyadari perubahan iklim dan berusaha agar diatasi, berarti melindungi keluarga. Biar itu seorang di Chicago yang menderita asma atau seorang di Filipina yang menderita kena banjir, perubahan iklim merugikan segenap umat manusia. Berusaha mengatasi perubahan iklim berupa tindakan moral.
  • Kita dipanggil mencintai sesama kita dengan melindungi mereka terhadap aneka ragam ancaman perubahan iklim yang membuat penyakit bertambah dan makanan berkurang. Kita harus berbicara tentang perubahan iklim untuk melindungi umat Allah.
  • Kita dipanggil memperhatikan orang yang paling miskin dan lemah di antara kita. Orang miskin paling sedikit bertanggung jawab atas kerusakan iklim dan paling banyak menderita karenanya.
  • Sebagai pengikut Fransiskus, kita dipanggil bukan hanya menjadi alat damai dan keadilan, tetapi juga menjadi pemerhati jujur dan sejati bagi ibu pertiwi tercinta.
  • Kita dipanggil supaya jangan pernah lupa akan tempat kita di tengah alam ciptaan. Dalam arti tertentu, kita sempat bertindak sewenang-wenang merusak alam, melawan saudari bumi dan ibu pertiwi (Paus Fransiskus, 15 Januari 2015). Tempat kita di tengah alam ciptaan meminta kita menghormati dan melindungi segenap jaringan hidup.

Sudah waktunya bertindak bersama

  • Tindakan kita bermanfaat. Kita, pengikut Fransiskus, melalui kerja sama di antara kita, dapat membantu dalam mengatasi persoalan perubahan iklim.
  • Terdapat aneka ragam cara untuk bertindak dalam komunitas dan dalam negara kita, dari hal sederhana seperti mengganti bola lampu, sampai kepada mengembangkan politik cemerlang. Masing-masing kita dapat berbuat sesuatu untuk mengatasi perubahan iklim, mulai juga dari persaudaraan kapusin kita.
  • Mengambil tindakan terhadap perubahan iklim merupakan kesempatan untuk menyatakan iman kita dan karisma kita sebagai pengikut Fransiskus. Berusaha untuk mengatasi perubahan iklim menuntut kerendahan hati, pengertian, kerja tekun dan pemikiran moral yang jelas.
  • Dalam usaha ini kita peru menjalin hubungan adil di antara kita dan dengan ciptaan. Kita dipanggil bekerja untuk mengatasi perubahan iklim dengan mencari kebaikan bersama dalam cinta kasih.

Sdr. Benedict Ayodi, Pelayanan KPKC OFM Cap. [BICI  284 - Juni 2015]

Minggu, 21 Desember 2014

Madah Kemuliaan dalam Liturgi



Madah Kemuliaan dalam Liturgi


Sdr. Emmanuel J. Sembiring OFMCap.

Artikel kecil ini saya tulis bagi Saudara dalam semangat berbagi. Mudah-mudahan menambah informasi kepada Saudara, khususnya dalam rangka persiapan Natal dan perayaan liturgi umumnya.


Gloria in excelsis Deo, lagu dari PS 456, PBN dan BETK 444, PMD 233, di beberapa tempat dinyanyikan sebagai pengganti Madah Kemuliaan sesudah Kyrie eleison. Alasannya barangkali agar perayaan Natal lebih meriah dari perayaan biasa, lagu itu amat populer, dicintai, cocok mencipta suasana, dst. Bila sedikit dicermati ternyata lagu dalam keempat buku nyanyian itu dimaksudkan sebagai lagu Masa Natal, bukan bagian Ordinarium. Dengan demikian, pastilah penyusun buku-buku tersebut tidak merancang lagu “Gloria …” itu akan dinyanyikan menggantikan Madah Kemuliaan.

Praktek mengganti Madah Kemuliaan dengan lagu “Gloria …” itu sudah lama berlangsung di Keuskupan Agung Medan, mungkin pun terjadi di tempat lain. Kebiasaan ini bagi sejumlah orang tidak menggembirakan, mengingat peraturan yang ada. Perasaan yang sama meliputi banyak orang bila lagu “Gloria …” tidak menggantikan Madah Kemuliaan yang tiap Minggu dan pesta telah dinyanyikan. Mana yang benar? Jawaban: ini benar, itu salah, terkesan rubrikistis yang telah ditinggalkan oleh Konsili Vatikan II. Konsili berharap agar nilai-nilai rohani yang terbungkus dalam aturan (norma) liturgi diterangkan kepada umat beriman. Sehubungan dengan Madah Kemuliaan, Gereja menetapkan norma yang selanjutnya perlu dijelaskan kepada umat misalnya dalam katekese.

Ketetapan Resmi Gereja

Madah Kemuliaan yang dimuat dalam TPE 2005 merupakan teks resmi Indonesia yang diterjemahkan dari bahasa Latin. Teks ini dapat diberi melodi sesuai dengan musik daerah namun kata-katanya jangan diubah, ditambah atau dikurangi, tanpa refren (ulangan). Penegasan ini dinyatakan dalam PUMR No. 53, “Teks madah ini tidak boleh diganti dengan teks lain”. Penegasan larangan ini bukanlah hal baru dalam Gereja. Paus Pius V telah menyatakannya pada tahun 1570. Larangan yang telah dipelihara berabad-abad pastilah memiliki alasan kuat, mendasar dan otentik tentang iman, bukan karena sikap tertutup Gereja akan perkembangan (pembaruan).

Ketika penegasan ini disosialisasikan di Indonesia terjadilah pro dan kontra dengan argumen masing-masing. Beberapa “Madah Kemuliaan” dalam Puji Syukur atau Madah Bakti seyogianya tidak lagi dipakai, namun masih beredar menunggu kedua buku itu direvisi. Penegasan PUMR No. 53 itu, perlulah disampaikan kepada umat alasan mendasarnya. Katekese liturgi!

Lahirnya dalam Liturgi

Madah Kemuliaan yang resmi kita kenal sekarang ini, lahir pada masa penganiayaan orang-orang kristen pertama, abad ke-2. Teks yang luar biasa indah ini (puitis) mengungkapkan kesaksian iman orang-orang kristen di masa penganiayaan. Teks aslinya digubah dalam bahasa Yunani, bahasa Gereja waktu itu. Syair awal dikutip dari Injil Luk 2:14, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya”. Karena itu Madah Kemuliaan ini juga disebut Hymnus Angelicus (Madah Malaikat). Terhadap kata-kata malaikat ditambahkan beberapa aklamasi yang terinspirasi dari Kitab Suci, “Kami memuji Dikau, kami meluhurkan Dikau, kami menyembah Dikau, kami memuliakan Dikau, kami bersyukur kepada-Mu karena kemuliaan-Mu yang besar; dan selanjutnya permohonan-permohonan lain, “Ya Tuhan Allah, Anak Domba Allah, Putra Bapa, yang menghapus dosa dunia …”.

Pada mulanya Madah Kemuliaan ini bukanlah digunakan dalam Misa melainkan pada akhir doa yang dimulai dari tengah malam sampai subuh (pagi). Saat ini orang-orang kristen bertemu; mereka melambungkan nyanyian pujian kepada Kristus seperti kepada Allah. Madah ini menjadi bagian integral dalam doa pagi orang-orang kristen kuno.

Adalah Paus Telesphorus (128-139) yang mengaturkan pertama kali Madah Malaikat ini dimasukkan ke dalam Perayaan Ekaristi pada Malam Natal sebelum persiapan persembahan. Ketika teks ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh St. Hilarius dari Poitiers (sangat mungkin pada tahun 360), ia menambahkan: Karena hanya Engkaulah kudus dan bersama dengan Roh Kudus. Dengan demikian Madah Kemuliaan ini menjadi doksologi trinitaris. Teks resminya diumumkan oleh Konsili Laodicea (antara tahun 343-381).

Sampai abad ke-6 Madah Kemuliaan dinyanyikan hanya bila Paus yang memimpin Misa yakni pada Malam Natal.

Selanjutnya Madah Kemuliaan diresitir bukan hanya pada Malam Natal, tetapi juga pada hari Minggu (aspek Paska) dan pesta para Martir (aspek kelahiran baru). Perluasan pemakaian Madah ini ditetapkan oleh Paus Symmachus (498-514). Ia juga mengizinkan Uskup meresitirnya segera setelah Kyrie eleison. Pada abad ke-6 imam hanya bisa meresitirnya pada Malam Paska dan saat tahbisan. Menjelang akhir abad ke-11 pemakaian Madah Kemulian diperluas lagi untuk pesta-pesta orang Kudus, tetapi tidak untuk Adven dan Puasa; juga dapat diresitir oleh imam (bukan lagi hanya pada Paska dan tahbisan). Demikianlah Madah Kemuliaan menjadi satu bagian dalam Misa seperti sekarang ini kecuali Masa Puasa dan juga Adven sebab Adven dihayati memiliki aspek puasa.

Pada abad pertengahan menjamur kreativitas seputar Madah Kemuliaan ini. Misalnya ayat-ayat tertentu dimasukkan ke dalam teks ini untuk kesempatan khusus, misalnya dalam pesta-pesta Santa Perawan Maria. Ada penambahan.  Ide Madah itu menjadi kabur. Rubrik liturgi saat itu telah mencatat, bila Madah Kemuliaan dinyanyikan, baiklah tanpa ada tambahan. Aturan ini tidak ditaati di beberapa tempat, tambahan pada Madah ini tetap ada sampai Konsili Trente. Sesudah konsili ini Paus Pius V pada tahun 1570 meminta agar Misale Romawi direvisi. Pada tahun itu dalam bulla Quo primum Paus ini melarang ada penambahan teks lain pada Madah Kemuliaan atau mengubahnya. Jadi, teks dari zaman kristen kuno-lah yang tetap dipakai.

Memuat Rencana Penebus yang Lahir dan Bangkit

Madah Kemuliaan diyakini memuat rencana Penebus bagi manusia: Kristus turun ke dunia. Dia menjadi manusia. Dia naik ke salib dengan tujuan ganda: mengembalikan kemuliaan kepada Bapa-Nya yang sempat dirusak oleh dosa; mendamaikan manusia dengan Allah dan membawa damai bagi manusia. Jadi, kemuliaan Allah dan damai bagi manusia merupakan tujuan seluruh penebusan dan juga tujuan Gereja serta tujuan kita; semuanya dirangkum dalam Misa. Kita merayakan kurban kudus untuk memuliakan Tuhan serentak memohon damai bagi kita yakni pengampunan dosa dan rahmat penebusan. Demikianlah isi doa yang indah ini, Kidung Malaikat yang berkata,  “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya”.

Atas rencana Penebus itu disampaikan pujian serentak syukur kepada Bapa surgawi. Kita beri perhatian utama pada ayat berikut, “Kami bersyukur kepada-Mu, karena kemuliaan-Mu yang besar”. Umumnya kita bersyukur setelah kebaikan kita terima. Dalam Madah Kemuliaan terjadi sebaliknya, kita bersyukur agar dapat ambilbagian dalam kebesaran dan keluhuran Allah, kita bersyukur karena bisa memuji-Nya (bagian pertama Madah ini).

Pada bagian kedua, pujian serentak permohonan diarahkan kepada Putra Ilahi. Dia yang adalah Anak Domba telah menghapus dosa-dosa dunia dengan mengurbankan Diri sehingga damai diberikan kepada kita. Permohonan ini kita panjatkan tiga kali kepada Tuhan yang duduk di sisi kanan Bapa. Kita akhiri bagian kedua ini dengan sebuah pujian kepada Kristus: hanya Dialah yang kudus dan mahatinggi.

Pada akhir (bagian ketiga) secara singkat disebut Roh Kudus dan secara tepat mengungkapkan hubungan dengan dua pribadi ilahi (Allah dan Yesus). Jadi, Madah Kemuliaan ini adalah penghormatan terhadap Tritunggal yang Mahakudus. Dengan menyanyikannya, kita mengungkapkan sukacita penebusan yaitu kemuliaan bagi Allah dan damai di bumi.

Merangkum apa yang sudah disebut di atas, menariklah mengutip katekese Paus Benediktus XVI pada tgl 27 Desember 2006. Madah Kemuliaan menjadi bagian liturgi sekarang ini terarah kepada kelahiran Yesus. Dimasukkan pada awal Perayaan Ekaristi, Madah Kemuliaan berperan untuk menekankan kontinuitas antara kelahiran dan kematian Kristus, antara Natal dan Paska, aspek yang tak terpisahkan dari misteri keselamatan.

Kembali ke tradisi

Natal terarah kepada Paska. Ajaran ini dimuat dalam Madah Kemuliaan yang sangat dihormati dari zaman kristen kuno (PUMR No. 53), secara indah memuat pernyataan iman. Para ahli berpendapat bahwa Madah ini merupakan nyanyian kristen yang paling antik, paling indah dari madah yang ada, paling populer, dihormati setara dengan Mazmur, doksologi utama dan teragung; sarat dengan muatan Natal dan Paska yang keduanya menyatu sebagai jantung iman Katolik. Kesatuan Natal dengan Paska (disebut juga jantung utama Tahun Liturgi) mengharuskan liturgi juga mengekspresikan misteri Paska dalam liturgi hari Natal seperti terlihat dalam bacaan kedua pada Misa tengah malam, ”Yesus Kristus... menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik (Tit 2:14).

Penjelasan di atas membuat kita semakin dapat memahami mengapa nyanyian liturgis lebih mengutamakan syair ketimbang melodi, lebih lagi atas teks resmi (yang baku) seperti Madah Kemuliaan. Kemeriahan melodi sebagai alasan mengganti Madah Kemuliaan (sesudah Kyrie eleison) dengan lagu lain, kiranya tidak setara dengan hakekat Madah tersebut. Apa lagi di saat Natal! Awal masuknya ke dalam Perayaan Ekaristi justru pada Malam Natal. Lupa akan hal ini membuat kita cenderung memilih suasana meriah yang diiringi dentang lonceng gereja dan gong. Suasana itu dapat mengaburkan kata-kata Madah Kemuliaan. Sayang! Mungkin lebih baik kita kembali lagi ke teks tradisional itu, setia dengan teks resmi. Di dalamnya termuat nilai-nilai rohani baik dari Kitab Suci maupun dari tradisi serta ajaran resmi Gereja yang menjadi sumber iman kita. ***


Nagahuta, 20 Desember 2014

Senin, 15 Desember 2014

Pesan KWI Menyongsong Tahun Hidup Bakti 2015



Pesan KWI Menyongsong Tahun Hidup Bakti 2015

“Betapa Indah Panggilan-Mu, Tuhan!”(bdk Mzm 84:2)

Saudara-saudari Umat Beriman, para Imam, Frater, Bruder dan Suster yang terkasih,

Dalam pertemuan dengan para Pemimpin Umum Tarekat Religius di Roma pada tanggal 27-29 November 2013, Paus Fransiskus mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Hidup Bakti. Pada tahun yang sama Gereja memperingati 50 tahun dua dokumen penting Konsili Vatikan II, yaitu Perfectae Caritatis (Dekret Tentang Hidup Bakti) dan Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis Tentang Umat Allah). Kedua Dokumen ini secara khusus berbicara tentang hidup bakti. Kita juga mengenang dengan rasa syukur Dokumen Konsili Ad Gentes yang berbicara tentang peran khusus komunitas hidup bakti dalam perutusan Gereja. Tahun Hidup Bakti akan dibuka secara resmi pada tanggal 21 November 2014 dan akan ditutup pada tanggal 21 November 2015. Pada tanggal 21 November itu diperingati Santa Perawan Maria Dipersembahkan Kepada Allah. Sepanjang tahun itu seluruh umat diajak untuk berdoa dan merenungkan makna hidup bakti bagi hidup dan tugas perutusan Gereja. Hidup Bakti dipahami sebagai hidup yang dipersembahkan kepada Allah dengan kesetiaan mengikuti dan melaksanakan nasihat-nasihat Injil dalam ketaatan, kemurnian dan kemiskinan. Hidup Bakti merupakan tanda nyata dari cita-cita kesempurnaan hidup kristiani yang ditawarkan Allah kepada seluruh umat beriman.

Makna dan Tujuan Tahun Hidup Bakti

Pencanangan Tahun Hidup Bakti patutlah disyukuri sebagai ajakan kepada seluruh Gereja untuk semakin menyelami makna dan pentingnya pilihan hidup bakti sebagai salah satu bentuk panggilan khusus untuk hidup dan karya pelayanan Gereja. Lebih jauh pencanangan itu dimaksudkan untuk mengobarkan semangat dan cinta putra-putri Gereja agar semakin terbuka, lapang hati dan dengan keberanian iman menjawab panggilan Allah. Tahun Hidup Bakti patutlah dijadikan kesempatan untuk merenung dan membaharui komitmen kesetiaan kepada Tuhan, kepada pelayanan Gereja, kepada pemikiran dan cita-cita dasar pendiri tarekat masing-masing, dan kepada masyarakat pada zaman ini, meskipun ditemui banyak kesulitan dan tantangan. Kesempatan ini sungguh tepat untuk merenungkan kembali bagaimana seluruh umat beriman, khususnya kaum muda, dipanggil Allah untuk mempersembahkan seluruh hidup melalui penghayatan akan nasihat-nasihat Injil demi kemuliaan Allah dan keselamatan sesama serta keutuhan alam ciptaan. Tokoh iman yang patut dijadikan suri-teladan dalam kehidupan demikian adalah Bunda Maria, yang sungguh berserah-diri secara total kepada Allah dengan menyimpan segala perkara iman dalam hatinya dan merenungkannya.

Tujuan mulia dari pencanangan Tahun Hidup Bakti: Pertama, untuk “mengenang dengan penuh syukur masa lalu”. Kendatipun turut mengalami tantangan dari krisis yang melanda dunia dan Gereja, para pemeluk hidup bakti tetap berusaha hidup di dalam pengharapan. Gereja bersyukur karena hidup dan pelayanan tarekat-tarekat hidup bakti tidak didasarkan semata-mata atas kekuatan manusia, tetapi terlebih atas iman dan harapan kepada Allah. “Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami berani bertindak dengan penuh keberanian” (2Kor 3:12). Diteguhkan oleh sabda Kristus, para pemeluk hidup bakti memperoleh keyakinan untuk turut berucap: “Di dalam Dia, tidak ada yang dapat merampas harapan kita” (bdk. Yoh 16:22). Kedua, untuk “merangkul masa depan dengan harapan”. Pengharapan ini tidak dapat menjauhkan hidup umat beriman dari semangat untuk tetap menjalani hidup yang telah dianugerahkan Allah. Para pemeluk hidup bakti tetap berusaha mengarahkan pandangan kepada Kristus yang hidup mulia dalam kemuliaan surgawi. Ketiga, untuk mendorong para religius khususnya agar “menjalani hidup hari ini dengan penuh semangat.” Semangat hidup dengan penghayatan nilai Injili berhubungan dengan “hidup dalam kasih, persahabatan sejati, dan persatuan yang mendalam.” Tahun Hidup Bakti 2015 akan terpusat pada pewartaan Injil, dengan maksud membantu umat beriman makin memahami makna “indahnya mengikuti Kristus” yang terungkap melalui berbagai bentuk panggilan hidup membiara.

Pemeluk Hidup Bakti dan Peranannya dalam Gereja

Dalam setiap zaman ada pria dan wanita yang karena taat kepada panggilan Bapa dan dorongan Roh Kudus, berani mengikuti Kristus dan mengabdikan diri kepada Allah, dengan memusatkan perhatian pada perkara-perkara Tuhan (bdk. 1 Kor 7:34). Meneladani semangat hidup apostolik, mereka bercita-cita meninggalkan segala sesuatu, agar dengan bantuan Roh Kudus dan kebebasan pribadi melayani Allah dan umat beriman melalui penghayatan hidup bakti. Dengan cara hidup yang khusus, para pemeluk hidup bakti turut-serta menjadikan misteri Allah tetap bersinar dan misi Gereja terlaksana dengan cara yang khas. Itulah makna hidup mereka demi pelayanan umat dan pembaharuan masyarakat.

Hidup Bakti adalah suatu cara hidup khusus bagi mereka yang mengalami sapaan pribadi oleh Allah dan menanggapinya secara khas. Sapaan ini pada hakekatnya adalah sapaan kasih, yang menjadikan seorang religius menjadi teguh, bersemangat dan senantiasa gembira dalam menghayati hidup baktinya. Karena cinta yang diperoleh dari perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus itulah para pemeluk hidup bakti mengalami sentuhan rohani dan terdorong untuk menjadi nabi yang siap menjadi pendengar dan pelaku sabda (bdk. Luk 10: 25-37), dan akhirnya mendorong mereka menghayati panggilan hidup mistik, yang nyata dalam hidup doa yang mendalam, serta pada kepekaaan terhadap tanda-tanda zaman.

Harapan ke Depan

Konferensi Pimpinan Tinggi Antar Religius Indonesia (KOPTARI) sebagai lembaga yang menaungi tarekat-tarekat religius Indonesia telah merencanakan sejumlah hal untuk mengisi Tahun Hidup Bakti. Tema yang dipilih adalah “Mensyukuri dan Memberi Kesaksian tentang Keindahan Mengikuti Kristus sebagai Religius”. Ucapan syukur dan kesaksian itu diungkapkan dan diwujudkan dalam berbagai kegiatan.

Dalam kerjasama dengan Gereja setempat, Tahun Hidup Bakti dapat dilaksanakan dengan berbagai kegiatan untuk mengembangkan rasa syukur dan kesadaran iman atas keluhuran panggilan Allah dalam Gereja. Seluruh umat beriman, bukan hanya para pemeluk hidup bakti kami himbau dengan sangat agar berusaha menanamkan rasa syukur dan kagum atas panggilan suci dengan berpedomankan Sabda Tuhan: “Betapa indah panggilanMu, Tuhan!” Usahakan agar kesaksian hidup Injili dan sukacita sebagai orang-orang yang menjalani panggilan hidup bakti selalu terwujud dalam hidup dan pelayanan sebagai bentuk nyata kesaksian atas cinta kasih Allah.

Keuskupan-keuskupan, paroki-paroki, dan terutama keluarga-keluarga Katolik diharapkan selalu membina kerjasama dengan sekolah-sekolah dan terus-menerus mendorong orang muda katolik dan putra-putri Gereja untuk turut berusaha menumbuh-kembangkan rasa cinta atas panggilan hidup bakti. Jadikanlah keluarga-keluarga sebagai lahan persemaian benih panggilan melalui doa, keteladanan iman dan kepekaan atas panggilan Allah.

Kiranya doa Bunda Allah yang termanis Perawan Maria, yang hidupnya merupakan suri teladan bagi semua orang, para pemeluk hidup bakti dari hari ke hari akan makin berkembang dan membuahkan hasil penyelamatan yang makin berlimpah.


Jakarta, 21 November 2014

KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA,
Mgr. Ignatius Suharyo Mgr. Johannes Pujasumarta