Jumat, 30 November 2012

Renungan Harian: Minggu 2 Desember 2012

Renungan Harian: Minggu 2 Desember 2012

Luk 21:25-28.34-36

Sekali peristiwa Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Akan tampak tanda-tanda pada matahari, pada bulan dan bintang-bintang, dan pada bumi. Bangsa-bangsa di bumi akan ketakutan dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan karena cemas berhubung dengan segala sesuatu yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan bergoncangan. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab  penyelamatanmu sudah dekat.

 

Gejala-gejala Alam dan Kedatangan Tuhan

Ketika terjadi letusan gunung Sinabung di tanah Karo pada 2010 yang lalu, penduduk tanah Karo ketakutan dan ribuan orang mengungsi untuk beberapa minggu. Dari kejauhan, orang-orang mengamati asap yang keluar dari puncak gunung itu. Beberapa orang mengabadikan peristiwa itu dengan kameranya dan mengaku melihat  'seseorang' seperti melayang di atas gunung yang sedang beraksi itu;  seperti seorang yang berjenggot, terekam oleh kameranya. Apakah ini tanda Tuhan akan datang? Munculnya komentar semacam ini, diinspirasi oleh teks Injil hari ini: sesudah tanda alam yang menakutkan, orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan.

Minggu ini, kita masuk dalam masa Adven, masa penantian akan kedatangan Tuhan: kedatangan-Nya pertama kali ke dunia ini dan kedatangan-Nya pada akhir zaman. Dua minggu terakhir (Minggu Adven III dan IV) diarahkan pada permenungan dan doa-doa persiapan akan peringatan kedatangan Tuhan di dunia ini dengan kelahiran-Nya di Betlehem. Sedangkan dua minggu pertama, minggu ini dan minggu depan: mengarahkan hati dan doa kita pada kedatangan Tuhan untuk kedua kali-Nya/akhir zaman. Dari perkataan Yesus dalam Injil hari ini, kita dapat menyimpulkan bahwa ada kaitan 'kedekatan' antara gejala-gejala alam yang menakutkan dengan kedatangan-Nya yang kedua itu.

Apakah kedatangan Tuhan itu sudah dekat?  Kita harus sadar bahwa Tuhan tidak terikat pada waktu; dekat menurut kita, belum tentu dekat bagi Tuhan, sebab "bagi Tuhan satu hari sama dengan seribu tahun", kata Pemazmur. Maka lebih baik kita kembali pada kata Yesus sendiri, tentang waktunya, Dia sendiri pun tidak tahu (apalagi kita!), hanya Bapa yang tahu. Hal paling baik yang dapat kita lakukan, sebagaimana dianjurkan Yesus: hendaklah kita senantiasa berdoa dan berjaga-jaga melalui hidup kita yang biasa setiap harinya (MS).

 

Pelita Hati: Datanglah, ya Tuhan Yesus.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Sabtu 1 Desember 2012

Renungan Harian: Sabtu 1 Desember 2012

Luk 21:34-36

Pada waktu itu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Jagalah dirimu, jangan sampai hatimu sarat dengan pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi, dan jangan sampai hari Tuhan tiba-tiba datang jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa, sambil berdoa. Agar kalian mendapat kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan agar kalian tahan berdiri di hadapan Anak Manusia."

 

Berjaga dan Berdoa, agar Beroleh Kekuatan

Apa yang diajarkan oleh Yesus, bersumber dari apa yang dihayati-Nya. Ajaran-Nya, ajakan-Nya dengan setia dilakukan-Nya. Tak lama sesudah perikop Injil hari ini, di mana Yesus mengajar murid-murid-Nya berjaga dan berdoa agar beroleh kekuatan, Yesus pergi ke kebun Getsemani bersama tiga orang murid-Nya. Ajakan yang sama disampaikan-Nya dan Ia sendiri berdoa dan berjaga. Dalam berjaga dan berdoa itu Ia sungguh sadar akan keadaan batin-Nya yang sedih, gelisah, dan takut menghadapi derita dan kematian yang sudah mendekat. Dan sebagai manusia, Ia ingin lepas darinya dengan berdoa: "... ambillah cawan ini daripada-Ku." Inilah reaksi biasa dari manusia normal. Namun, sebagai Putera Tunggal Bapa, Ia sadar penuh akan kesatuan dan cinta-Nya pada Bapa, maka Ia berserah diri dengan mengatakan: "tetapi bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."

 Jadilah kehendak Bapa: Ia harus menderita dan wafat di salib. Sebagai buah dari penyerahan diri-Nya dalam doa dan berjaga, Dia tidak dilepaskan dari derita dan kematian di salib. Bapa memberi kekuatan kepada-Nya untuk menghadapi dan menerima derita dan kematian itu dengan hati tulus penuh kerendahan hati dalam kasih, setia menjalani jalan salib sampai menghembuskan nafas terakhir di atas salib.

Demikianlah seharusnya kita jalankan sebagai pengikut Kristus: "berjaga dan berdoa" dengan menyadari sepenuhnya kenyataan hidup kita yang benar, dengan segala macam derita dan kegembiraan hidup kita, lalu dengan tulus menyerahkan diri kita kepada Tuhan. Kadang-kadang kita alami derita dan beban hidup kita memang berlalu, tapi lebih sering terjadi bahwa derita, kesusahan tidak diambil dan pada akhirnya maut pasti datang... Namun, bila kita bersikap seperti Kristus yang kita ikuti: mengungkapkan kenyataan diri apa adanya, mohon dibebaskan, tapi dengan sikap "bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu", maka kita akan mendapat kekuatan baru untuk menghadapi semuanya itu dengan penuh ketabahan (MS).

 

Pelita Hati: Berjagalah satu jam saja bersama Aku

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Senin, 26 November 2012

Renungan Harian: Jumat 30 Nopember 2012

Renungan Harian: Jumat 30 Nopember 2012

Mat 4:18-22

Pada suatu hari, ketika Yesus sedang berjalan menyusur Danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka itu penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Yesus. Setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.

 

Menjadi Penjala manusia

Dengan mempergunakan kata yang sama, penjala, beberapa hal yang menarik dapat kita lihat dalam usaha Yesus memanggil para pengikut-Nya yang pertama, termasuk Andreas, yang kita pestakan pada hari ini. Pertama-tama dapat kita lihat, rasanya dengan tetap jadi penjala, para pengikut Yesus itu, termasuk Andreas, tidak dicabut dari akar hidup yang sudah lama dilakoninya. Selama ini, sebagai penjala ikan, Andreas giat bekerja mencari dan mengumpulkan ikan  dari laut yang dalam dan luas, demi kesejahteraannya dan keluarganya. Dengan menjadi penjala manusia, Andreas harus giat bekerja: mencari dan mengumpulkan manusia ke dekat Tuhan. 

Tapi dengan menjadi penjala manusia, ada yang baru, suatu peningkatan dalam tugasnya sebagai penjala. Andreas memang suka yang baru, peningkatan: tadinya dia murid Yohanes Pembaptis. Ketika ditunjuk yang baru, yang lebih tinggi, maka ia mengikuti yang baru itu, yakni Yesus. Apanya yang baru? Kalau menjala ikan, ikan-ikan yang jadi korban demi kebahagiaan penjala, sedangkan sebagai penjala manusia, penjalanya harus berkorban demi kepentingan/kebahagiaan manusia yang dikumpulkannya. Kita tahu di kemudian hari, Andreas mengorbankan hidupnya demi orang-orang lain dengan kerelaan disalibkan dengan salib X, yang kemudian dikenal dengan sebutan salib Andreas.

Dengan menjadi pengikut Kristus, kita semua bertugas menjadi penjala manusia lewat hidup kita yang diwarnai oleh kasih. Bila kehadiran kita di antara orang-orang lain diwarnai oleh kasih, baik dalam kata, sikap dan dalam perbuatan, maka manusia lain akan tertarik untuk berkumpul di sekitar Tuhan tanpa merasa diri dipaksa. Untuk itu, sering dituntut dari kita kerelaan untuk berkorban dalam aneka macam bentuk (MS).

 

Pelita Hati: Marilah kita saling 'menjala'!

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Kamis 29 Nopember 2012

Renungan Harian: Kamis 29 Nopember 2012

Luk 21:20-28

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Apabila kalian melihat Yerusalem dikepung oleh tentara, ketahuilah bahwa keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, orang-orang yang ada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota. Sebab itu masa pembalasan dan genaplah semua yang tertulis. Celakalah para ibu yang sedang hamil atau yang sedang menyusui bayi pada masa itu! Sebab kesesakan yang dahsyat akan menimpa seluruh negeri, dan murka akan menimpa bangsa .....

 

Peringatan Dini TSUNAMI...

Peristiwa tsunami yang terjadi di Jepang pada 2011, sungguh dahsyat dengan segala akibatnya. Karena pengalaman peristiwa serupa di masa-masa sebelumnya, maka Jepang mengusahakan alat canggih pemantau gejala alam, yang mampu memantau gejala awal sebelum terjadinya tsunami itu.  Dengan demikian, dapat diminimalisir "kerugian" yang akan diakibatkannya. Sebagai manusia, kita tidak menghendaki "kerugian" bagi diri kita; karena itu kita berusaha menghindarinya atau bila tak terhindari, sekurang-kurangnya memperkecil atau memperlambatnya. Kita bersalah bila kita dengan sengaja mencari bahaya bagi diri kita, fisik maupun rohani.

Hal ini dipesankan Yesus dalam Injil hari ini. "Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung... keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan dan orang yang berada dalam kota harus mengungsi..." Penderitaan dan aneka macam bencana akan mendahului datangnya Anak Manusia kembali, namun kita diajak untuk menjauhi bahaya-bahaya itu.

Sebagai orang yang percaya pada Kristus, kepada kita masing-masing diberikan hanya satu kehidupan di dunia. Kehidupan yang satu ini ditujukan untuk mempersiapkan diri bagi satu kehidupan yang kekal. Dalam perjalanan mengarahkan kehidupan kita pada tujuannya yang sejati, banyak hal yang mengancam yang bisa merugikan kehidupan itu. Misalnya, penyakit pasti akan kita alami; namun janganlah kita dengan sengaja mencari penyakit. Akhirnya kematian pasti datang (sebagai jalan menuju kehidupan kekal); namun kita tidak boleh mencari kematian itu dengan sengaja. Bila saya sudah tahu bahwa di kandang tertentu ada dua harimau lapar, namun saya dengan sengaja masuk ke dalamnya, itu namanya bunuh diri (melanggar kehendak Tuhan Pemilik hidup). Atas alasan inilah maka kita berusaha memelihara kesehatan dan bila sakit berusaha berobat. Dan dengan alasan yang sama, kita tidak boleh mempercepat datangnya kematian, misalnya dengan euthanasia (MS).

 

Pelita Hati: Tak usah berusaha mencari susah.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Rabu 28 Nopember 2012

Renungan Harian: Rabu 28 Nopember 2012

Luk 21: 12-19

Pada waktu itu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Akan datang harinya kalian ditangkap dan dianiaya. Karena nama-Ku kalian akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat, dimasukkan ke dalam penjara, dan dihadapkan kepada raja-raja dan para penguasa. Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. Sebab itu tetap teguhlah di dalam hatimu, jangan kalian memikirkan lebih dahulu pembelaanmu, Aku sendirilah yang akan memberi kalian kata-kata hikmat, sehingga kalian tak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu. Dan kalian akan diserahkan juga oleh orangtuamu, saudara-saudaramu, ....

 

Bersaksi dalam derita

Segala derita, kesusahan, secara normal tidak dicari, tidak didambakan oleh manusia yang normal. Kita merindukan ketenteraman, kedamaian, dan kesejahteraan. Namun, dalam kenyataan hidup, malah kebalikannya yang sering kita alami. Kita menghindari kesusahan, namun tanpa kita undang derita itu datang dan selalu hadir dalam perjalanan hidup kita. Oleh karena itu, kalau memang itu suatu keharusan, maka kita perlu mengambil sikap terhadapnya.

Dalam Injil hari ini Yesus mengajak kita untuk memanfaatkan kenyataan derita itu sebagai kesempatan untuk bersaksi. Kita ambil contoh misalnya, saya sedang menderita penyakit yang menurut dokter tak dapat disembuhkan. Apa yang dapat disaksikan dalam derita itu, bagaimana saya dapat bersaksi? Pertama-tama dapat dikatakan: bila saya sungguh berusaha dengan tabah menerima kenyataan itu dan tetap makan dan minum dengan gembira hati, termasuk obat serta 'pesan-pesan' yang dianjurkan dokter, maka pengalaman derita itu telah kumanfaatkan untuk memberi kesaksian bahwa hidup itu sungguh berharga.  Dan ditujukan untuk hidup lain yang jauh lebih berharga dan mulia. Karena begitu berharga, maka harus kupelihara dengan baik, entah bagaimanapun kondisinya, atau sesingkat apa pun (menurut pengetahuan para ahli). Lalu saya juga memberi kesaksian bahwa hidup itu ada di tangan Tuhan. Artinya, walau dokter mengatakan bahwa penyakit saya tidak dapat disembuhkan dan mungkin sudah 'divonis beberapa bulan lagi', (begitulah menurut apa yang dia tahu) tapi dengan sikap saya tadi kuberi kesaksian bahwa hidupku bukan di tangan siapa pun, termasuk dokter yang paling ahli, tapi di tangan Tuhan.

Sikap dan kesaksian seperti itu dapat kumiliki berdasarkan kepercayaan saya pada Dia yang menderita dengan hebatnya di jalan salib-Nya bahkan sampai wafat. Bukan masalah suka-tidak suka, ini kehendak Bapa, maka diterima-Nya dengan tulus: tidak berontak, tidak bersungut... maka kepala serdadu berkata: "Sungguh Dia ini Anak Allah!" (MS).

 

Pelita Hati: Rahmat baru ditawarkan dalam setiap peristiwa.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Selasa 27 Nopember 2012

Renungan Harian: Selasa 27 Nopember 2012

Luk 21:5-11

Ketika itu beberapa orang berbicara tentang bait Allah dan mengagumi bangunan yang dihiasi dengan batu indah, dan berbagai macam barang persembahan. Tetapi Yesus berkata kepada mereka, "Akan tiba harinya segala yang kalian lihat di situ diruntuhkan, dan tidak akan ada batu yang lain." Lalu murid-murid bertanya, "Guru, bilamanakah hal itu akan terjadi?" Jawab Yesus, "Waspadalah, janganlah sampai kalian disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku, dan berkata: Akulah Dia dan saatnya sudah dekat. Janganlah kalian mengikuti mereka. Dan bila kalian mendengar kabar tentang perang dan pemberontakan, janganlah kalian terkejut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan segera datang segera." Kemudian Yesus berkata kepada mereka,  "Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan. Akan terjadi gempa bumi yang dahsyat, dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan. Dan akan terjadi juga hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit."

 

Bait Allah akan dihancurkan

Dalam Injil hari ini, Yesus meramalkan bahwa Bait Allah yang dibanggakan bangsa-Nya itu akan dihancurkan. Kalau kita perhatikan, rasanya dalam mengungkapkan ramalan kehancuran Bait Allah itu, tak ada sejenis nada entah 'sedih' misalnya atau 'sayang' dalam diri Yesus; 'datar' saja... (Dan memang benar terjadi bahwa Bait Allah itu dihancurkan untuk kedua kalinya oleh tentara Romawi pada tahun 70 AD di bawah pimpinan Jenderal Titus).

Bagi Yesus, Bait Allah hanyalah merupakan sarana sementara, yang tidak mutlak demi keselamatan. Bait Allah yang sejati ialah Diri-Nya sejati (Yoh 2: 19) dan diri para pengikut-Nya (1Kor 3: 16). Sementara ada golongan/agama tertentu yang membanggakan 'Rumah Ibadatnya' sebagai sesuatu yang mutlak, sehingga harus dibela dan dipertahankan sehabis-habisnya dengan segala cara, termasuk membunuh orang yang mengganggunya (dan ini sungguh bertentangan dengan ajaran setiap agama sejati).  

Kita sering menyaksikan bahwa rumah ibadat, termasuk gedung gereja Katolik, dirusak, dihancurkan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, atas alasan membela ajaran agamanya. Tentu kita merasa sayang, banyak kerugian, dan kita berusaha menjaga gedung gereja dengan baik. Pelakunya harus diadili dengan jujur. Tapi pada akhirnya kita harus sadar bahwa gedung rumah ibadat itu hanyalah sarana sementara. Maka kita tak perlu mencemaskannya seolah itu barang mutlak yang punya nilai keselamatan dalam dirinya sendiri (MS).

 

Pelita Hati: Tak ada yang mutlak selain Dia yang menciptakan segalanya

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Senin 26 Nopember 2012

Renungan Harian: Senin 26 Nopember 2012

Luk 21:1-4

Di bait Allah, tatkala mengangkat muka, Yesus melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan.

Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Maka Yesus berkata,"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini  memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberikan persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberikan dari kekurangannya, bahkan ia memberikan seluruh nafkahnya."

 

Persembahan Janda miskin

Dalam Injil hari ini, Yesus mengarahkan perhatian kita pada seorang janda yang miskin. Janda miskin itu dibandingkan-Nya dengan orang lain dalam hal memasukkan persembahan ke dalam peti persembahan. Orang lain itu memasukkan persembahannya (diandaikan jumlah nominalnya lebih besar dari janda itu) dan janda miskin itu pun memasukkan persembahannya dua peser ke dalam peti itu (lebih kecil dari yang lain).

Yesus menegaskan bahwa pemberian janda miskin yang kecil itu 'lebih banyak' daripada pemberian orang-orang lainnya dengan alasan: orang-orang lain itu memberi dari kelimpahannya; katakanlah misalnya, dibanding dengan uang yang masih ada dalam dompetnya, persembahan yang diberikannya hampir tak ada artinya. Sedangkan janda itu memberikan dari kekurangannya: segala yang ada padanya diberikannya sebagai persembahan: dompetnya kosong. Dan menarik memperhatikan: janda itu memberikan dua mata uang tembaga terkecil (peser), bukan hanya satu (asal ada dan yang terkecil). Demikianlah, yang paling sedikit itu menjadi lebih besar dalam mata Yesus.

Dalam ibadat-ibadat yang kita jalankan, di Gereja ataupun di rumah-rumah di lingkungan, biasanya kita juga mengadakan pengumpulan 'persembahan'. Itu kita laksanakan sebagai ungkapan iman kita bahwa segala yang baik, yang ada pada kita berasal dari Tuhan. Maka dengan tanda yang nampak ini kita menyatakan iman itu sambil berterima kasih kepada Tuhan. Bagaimana biasanya kita memberi persembahan: apakah yang kita berikan cukup berarti dibanding dengan yang masih tinggal di dompet kita? Atau (Semoga jangan terjadi!) satu mata uang terkecil dan yang paling  buruk diberikan sebagai persembahan?? Artinya: asal ada?? (MS).

 

Pelita Hati: Berilah pada yang lain apa yang berharga bagimu

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Rabu, 21 November 2012

Renungan Harian: Minggu 25 Nopember 2012

Renungan Harian: Minggu 25 Nopember 2012

Yoh 18:33b-37

Ketika Yesus dihadapkan ke pengadilan, bertanyalah Pilatus kepada-Nya, "Engkaukah raja orang Yahudi?" Jawab Yesus, "Dari hatimu sendirikah engkau katakan hal itu? Atau adakah orang lain yang mengatakan kepadamu tentang Aku?" Kata Pilatus, "Orang Yahudikah aku! Bangsamu sendiri dan imam-imam kepala telah menyerahkan Engkau kepadaku; apakah yang telah Engkau perbuat?" Jawab Yesus, "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini! Jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku sudah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi. Akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini!" Maka...

 

Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini

Dulu, ada satu desa di lereng Gunung Sibayak, bernama Raja Berneh. Sekarang nama itu tidak dipakai lagi dan desa itu telah berubah nama menjadi desa Semangat Gunung. Apa penyebab terjadinya perubahan nama itu? Konon, menurut penduduk desa perubahan itu terjadi pada masa rejim Suharto. Suharto merasa bahwa dialah raja satu-satunya di republik ini sehingga dia alergi mendengar kata 'raja'. Setiap ada kata raja dianggapnya sebagai saingan bahkan ancaman. Oleh karena itu, demi ketenteraman hatinya, segala nama yang mengandung kata raja di republik ini, harus diubah, termasuk nama tempat/desa. Maka kenalah desa Raja Berneh sehingga namanya harus diganti dan sejak itulah nama desa itu berubah menjadi desa Semangat Gunung.

Demikianlah raja-raja dunia ini, mereka merasa terancam dan ketakutan oleh kahadiran raja lain. Rasa terancam dan ketakutan itu membuat mereka tidak menyukai apa pun yang memakai nama raja. Karena itu, segala usaha dilakukan untuk mempertahankan kerajaannya, termasuk dengan menghalalkan segala cara untuk menyingkirkan raja-raja lain pun nama atau segala sesuatu yang ada kaitannya dengan raja.

Sungguh berbeda dengan Yesus sebagai Raja. Yesus tak pernah merasa terancam, sehingga Dia tak membutuhkan tentara atau hamba-hamba untuk melindungi-Nya. "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini," demikian kata Yesus. Sebagai Raja, Dia tak pernah memaksakan kehendak-Nya kepada yang dirajai-Nya, tapi Dia senantiasa 'menawarkan'. Dari kekal, Yesus adalah Raja kita. Ketika Ia menjelma menjadi manusia dan lahir di Betlehem, Ia diperkenalkan sebagai Raja Damai dan selama hidup-Nya di dunia ini, meskipun Dia Raja, Ia hadir sebagai Pelayan dan me-raja-i dengan penuh kasih dan tak pernah memaksakan apa pun kepada orang lain. Kepada mereka yang mengikuti-Nya dipesankan-Nya, bila ingin menjadi yang terbesar (raja) hendaklah menjadi yang terkecil, bila mau jadi yang terkemuka, hendaklah menjadi hamba semua orang (MS).

 

Pelita Hati: Cristus vincit, Cristus regnat, Cristus imperat

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Sabtu 24 Nopember 2012

Renungan Harian: Sabtu 24 Nopember 2012

Luk 20:27-40

Pada suatu ketika datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada Yesus, "Guru, Musa menulis untuk kita perintah ini: 'Jika seorang yang mempunyai saudara laki-laki mati meninggalkan isteri tetapi tidak meninggalkan anak, maka saudaranya harus kawin dengan wanita itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya. Ada tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang wanita lalu mati tanpa meninggalkan anak. Lalu wanita itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga, dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu. Mereka semua mati tanpa meninggalkan anak. Akhirnya wanita itu pun mati. Bagaimana sekarang dengan wanita itu? Siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." BerkatalahYesus kepada mereka, ...

Lain kini, lain sesudah bangkit

Orang-orang Saduki yang tak percaya akan kebangkitan badan, berbicara dengan Yesus atas dasar ketidakpercayaannya. Mereka kira manusia sesudah bangkit nanti sama saja dengan manusia seperti sekarang: badan dan batinnya, kebutuhan dan kecemasannya.  Karena itu, mereka memulai dengan contoh yang salah. Padahal manusia yang sudah dibangkitkan itu sama sekali lain dari manusia sekarang ini.

Hal ini dengan jelas dapat kita lihat dalam diri manusia Yesus sesudah kebangkitan-Nya. Sesudah bangkit dari mati, Yesus sungguh lain dari diri-Nya selama ini, sehingga Ia tidak dikenal oleh mereka-mereka yang selama ini sudah kenal baik dengan Dia. Misalnya Maria Magdalena: ketika melihat Yesus yang telah bangkit ada di hadapannya, ia mengira Yesus itu sebagai 'penjaga taman'. Lalu dua murid yang dalam suasana hatinya yang khusus sedang menuju Emaus, tiba-tiba Yesus yang sudah bangkit itu berjalan bersama dengan mereka. Yesus itu tidak mereka kenal. Maka ketika Yesus bertanya tentang apa yang sedang mereka bicarakan, mereka berkata: 'Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?' Kemudian yang lebih hebat lagi: ketika Yesus yang telah bangkit menampakkan Diri kepada semua murid, mereka mengira dia sebagai 'hantu': 'Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu'.

Sesudah bangkit manusia sungguh lain dari manusia kini. Mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. Meskipun kita tidak tahu persis bagaimana keadaan kita kelak sesudah kebangkitan, berbahagialah kita yang percaya akan Yesus yang sudah bangkit (MS).

 

Pelita Hati: Mereka akan seperti malaikat-malaikat

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Jumat 23 Nopember 2012

Renungan Harian: Jumat 23 Nopember 2012

Luk 19:45-48

Pada waktu itu Yesus tiba di Yerusalem dan masuk ke bait Allah. Maka mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ. Ia berkata,"Ada tertulis: Rumahku adalah rumah doa. Tetapi kalian telah menjadikannya sarang penyamun!" Tiap-tiap hari Yesus mengajar di bait Allah. Para imam kepala dan ahli Taurat serta orang-orang terkemuka bangsa Israel berusaha membinasakan Yesus. Tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.

 

Rumah doa, bukan sarang penyamun

Setiap agama, punya tempat khusus untuk berdoa, dan rumah itu secara umum dapat kita sebut Rumah Doa. Rumah seperti ini dibangun sedemikian, sehingga orang yang datang dibantu untuk dapat lebih baik berkontak dengan Dia, yang pada-Nya hidupnya bergantung. Demikian juga halnya dengan Bait Allah di Yerusalem.

Bait Allah di Yerusalem, menurut perkataan Yesus dalam Injil hari ini, sudah disalahgunakan alias beralih fungsi. Bukan lagi Rumah Doa, tempat berkontak dengan Tuhan, melainkan sudah menjadi  'sarang penyamun'. Yesus berkata demikian, karena rumah itu sudah dipergunakan untuk berdagang, berdagang uang dan binatang-binatang bakal persembahan. Namanya pun berdagang: di sana manusia berkontak antarmereka sambil berusaha memperoleh untung bagi diri sendiri, kalau bisa sebesar mungkin. Tujuan rumah doa itu (tempat berkontak dengan Tuhan) sudah tersisih, sebab sudah dipakai untuk transaksi dagang antarmanusia, dengan tujuan untuk memperoleh untung sebesar mungkin. Dengan demikian, orang-orang yang menyalahgunakannya dapat disebut penyamun-penyamun yang mencari kepentingan sendiri.

Bila Anda pergi ke Rumah Doa/Gereja, dengan siapakah Anda berkontak? Alangkah janggalnya, bila kita berkontak dengan sesama dalam Gereja tanpa kaitan dengan Tuhan sendiri. Bahkan ada orang yang datang ke Gereja: badannya dalam Gereja, tapi tetap berkontak dengan temannya di luar Gereja lewat 'getar' HP di kantongnya. Bagaimana dengan Anda? (MS).

 

Pelita Hati: Kamu adalah Bait Roh Kudus

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Kamis 22 Nopember 2012

Renungan Harian: Kamis 22 Nopember 2012

Luk 19:41-44

Pada waktu itu, ketika Yesus mendekati Yerusalem dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya, "Wahai Yerusalem, alangkah baiknya andaikan pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, musuhmu mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung dan menghimpit engkau dari segala jurusan. Dan mereka akan membinasakan dikau beserta semua pendudukmu. Tembokmu akan dirobohkan dan tiada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain. Sebab engkau tidak mengetahui saat Allah melewati engkau."

 

Yesus menangisi Yerusalem

Sebagai manusia yang normal dengan emosi-emosi-Nya, Yesus menangis; Ia menangisi Yerusalem. Mengapa Yesus menangisinya? Ia menangisi Yerusalem pertama-tama, sebab Yerusalem tak mengetahui saat Allah melawat Yerusalem, malah Yesus ditolak dan dibunuh di Yerusalem tidak lama sesudah Yesus menangisinya. Kemudian, Yerusalem akan dihancurkan sebagai kota kebanggaan Israel dengan serangan tentara Romawi thn 70 AD di bawah pimpinan Jenderal Titus. Akan tetapi, kehancuran Yerusalem yang paling utama bukanlah kehancuran materiil, tapi kehancuran rohani. Yerusalem kehilangan peranannya sebagai pusat keagamaan (kerohanian) dan kota zaman mendatang. Yerusalem tidak lagi kota yang penuh kedamaian, seperti arti kata itu, namun menjadi kota penuh pertentangan, bahkan sampai sekarang Yerusalem tak pernah lepas dari peperangan, percekcokan...'betapa baiknya, jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu', demikian isi tangisan Yesus.

Yerusalem (baca: penghuni Yerusalem) tidak mengerti bahwa Raja Damai telah datang mengunjunginya, karena itu Yesus mereka gantung pada salib. Namun, sebagai Raja Damai, dari salib-Nya Yesus mendambakan damai dengan berkata: Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang dilakukannya. Dalam menangis, menderita, mati-Nya Yesus tidak mengingat diri-Nya, tapi demi kebahagiaan segenap manusia dengan memperdamaikannya kembali dengan Bapa.

Dalam golongan masyarat tertentu ada kebiasaan, melarang anak kecil menangis, apalagi anak laki-laki. Kini disadari bahwa menangis itu bukan sesuatu yang terlarang, malah baik pada waktunya. Apakah Anda pernah menangis? Bila pernah, apa penyebabnya dan demi siapa Anda menangis? (MS).

 

Pelita Hati: Bila ingin menangis, menangislah seperti Dia

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Senin, 19 November 2012

Renungan Harian: Rabu 21 Nopember 2012

Renungan Harian: Rabu 21 Nopember 2012

Luk 19:11-28

ada waktu Yesus sudah dekat Yerusalem, orang menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera nampak. Maka Yesus berkata, "Ada seorang bangsawan berangkat ke negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja. Sesudah itu baru ia akan kembali. Maka ia memanggil sepuluh orang hambanya, dan memberi mereka sepuluh mina, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku kembali. Akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami. Dan terjadilah, ketika ia kembali, setelah dinobatkan menjadi raja, ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah diberinya uang itu,...

 

Sikap terhadap Yesus sebagai Raja

Dalam perumpamaan ini diajarkan bahwa Kristus sebagai Raja dan manusia bebas menerima atau menolaknya. Sikap manusia terhadap Raja itu sangat menentukan, apakah dia dapat bahagia atau tidak. Sebagai yang dirajai  ('hamba'), hamba-hamba diberi tugas untuk melaksanakan kehendak Rajanya. Dua hamba pertama sadar akan statusnya sebagai yang dirajai, maka mereka taat, berserah diri kepada kehendak Rajanya  dengan menerima dan melaksanakan tugas itu dengan tulus. Usaha dan pekerjaan mereka pun berhasil dan itu dihargai oleh Rajanya. Mereka disebut 'baik' dan 'setia', lalu mereka diberi ganjaran: turut meraja bersama dengan Raja yang mereka taati. Sedangkan hamba yang ketiga punya sikap dasar takut terhadap Raja itu, sebab dia menaruh prasangka yang tidak baik atas Raja itu. Maka dalam ketakutannya ia tidak berusaha, tidak bekerja; mina yang diterimanya disimpan dalam sapu tangan sementara hatinya penuh dengan prasangka buruk terhadap rajanya. Ketika diminta pertanggungjawaban, ia tidak sadar akan statusnya sebagai 'hamba'; ia berlagak sebagai yang sejajar atau melebihi rajanya dengan menuduhkan hal-hal negatif terhadapnya. Apa yang menjadi ganjarannya ialah: hukuman, tidak ambil bagian dalam bahagia Kerajaan yang disediakan baginya.

 Atas kebijaksanaan Ilahi, Yesus diutus ke dunia ini sebagai Raja untuk menyelamatkan segenap umat manusia. Setiap manusia secara definitif adalah yang dirajai oleh-Nya, kita semua adalah 'hamba'. Manusia yang sadar akan statusnya itu, bertitik tolak dari kenyataan dirinya yang unik, akan berusaha melaksanakan kehendak Dia yang adalah Rajanya. Mereka akan mendapat ganjaran turut bahagia dan meraja bersama Yesus. Sedangkan manusia yang tak sadar akan statusnya itu akan berkomentar banyak dan menuduhkan yang tak benar tentang Yesus, lalu mereka tak akan ambil bagian dalam bahagia meraja bersama Yesus (MS).

 

Pelita Hati: Bila ada raja lain dalam dirimu selain Dia, pasti kamu tidak bahagia.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Selasa 20 Nopember 2012

Renungan Harian: Selasa 20 Nopember 2012

Luk 19:1-10

Yesus memasuki kota Yerikho dan berjalan melintasi kota itu. Di situ ada seorang kepala pemungut cukai yang amat kaya, bernama Zakheus. Ia berusaha melihat orang apakah Yesus itu, tetapi tidak berhasil karena orang banyak dan ia berbadan pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat  pohon ara untuk melihat Yesus yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata, "Zakheus, segeralah turun. Hari ini Aku mau menumpang di rumahmu." Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita.

Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, .....

 

Ingin tahu, ingin yang baru: awal dari keselamatan

Zakheus, seorang pemungut cukai  yang  kaya, sudah mendengar banyak komentar miring tentang diri dan kelompoknya. Tidak mustahil, dia juga pasti mendengar perumpamaan yang diucapkan Yesus mengenai orang Farisi dan pemungut cukai, di mana ada nada menghibur mengenai pemungut cukai. Boleh jadi hal itu menimbulkan rasa ingin tahu dalam hatinya untuk melihat dan mengenal Yesus, sebagai sumber nada menghibur  tadi... Tibalah saatnya rasa ingin tahunya itu dapat dipenuhi, ketika dia mendengar bahwa Yesus lewat di kotanya, Yeriko. "Saya harus langsung melihat wajah Yesus itu," katanya dalam hati. Atas alasan postur tubuh yang pendek, ia memanjat sebatang pohon di pinggir jalan yang akan dilalui Yesus, dan rasanya ingin 'ngintip'. Tapi, sebelum dia puas memandang wajah Yesus, Yesus sendiri mengangkat mata-Nya kepada Zakheus dan menyapa dia dengan menyuruh turun, karena Yesus ingin menumpang di rumahnya.

Betapa terkejut dan malu Zakheus, sebab ia kedapatan sedang 'ngintip'. Namun, rasa senangnya jauh lebih menonjol, ketika Yesus ingin datang ke rumahnya. Karena itu, dengan cepat dia turun dari pohon dan segera menuju rumahnya. Rasa senang mendorongnya untuk mengadakan perjamuan yang baik untuk Yesus dan rombongannya. Namun, ada orang yang tidak senang dan bersungut-sungut bahwa Yesus menumpang di rumah orang berdosa. Zakheus pun menyatakan penyerahan dirinya pada Tuhan dengan pertobatan dan Yesus memaklumkan tujuan kedatangan-Nya ke dunia, sebagai Juruselamat: mencari dan menyelamatkan yang hilang.

  Sebagai manusia, kita ingin tahu informasi baru yang pada dasarnya, ditujukan untuk menambah 'keselamatan' kita. Zakheus sudah mengalami keselamatan oleh rasa ingin tahunya atas informasi yang diperolehnya. Bagaimana dengan aku? (MS).

 

Pelita Hati: Janganlah ingin tahu hanya supaya tahu saja

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Senin 19 Nopember 2012

Renungan Harian: Senin 19 Nopember 2012

Luk 18:35-43

Ketika Yesus hampir tiba di Yerikho, ada seorang buta duduk di pinggir jalan dan mengemis. Karena mendengar orang banyak lewat, ia bertanya, "Ada apa itu?" Kata orang kepadanya,"Yesus orang Nazaret, sedang lewat." Maka si buta berseru,"Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" Maka Yesus pun berhenti dan menyuruh orang mengantar dia kepada-Nya. Ketika si buta itu sudah dekat, Yesus bertanya kepadanya, "Apa yang kauinginkan kuperbuat bagimu?" Jawab orang itu,"Tuhan, semoga aku melihat!" Maka Yesus berkata, "Melihatlah, imanmu telah menyelamatkan dikau." Pada saat itu juga ia melihat, lalu mengikuti Yesus...

 

Iman yang menyelamatkan

Biasanya, bila salah satu indera manusia tidak berfungsi, maka indera yang lain akan lebih berfungsi. Hal itu dapat kita perhatikan dalam diri Bartimeus yang buta. Secara nyata indera penglihatannya tak berfungsi, tapi pendengarannya sangat tajam. Waktu dia mendengar orang banyak lewat ia sadar bahwa ada sesuatu yang istimewa, maka dia bertanya: "Apa itu?" Ketika ia mendapat jawaban bahwa Yesus orang Nazaret lewat, ia berseru:  "Yesus Anak Daud, kasihanilah aku." Ternyata lewat pendengarannya ia tahu banyak tentang Yesus, sebagai anak Daud. Sebagai Anak Daud, dia tahu bahwa Yesus itu seorang yang berkuasa dan orang yang berbelas kasih, maka dia mohon: "Anak Daud, kasihanilah aku." Orang-orang melarangnya, namun dengan lebih keras lagi ia berseru mengungkapkan pengetahuan dan serentak kepercayaannya akan Anak Daud itu.

Yesus mendengar seruan Bartimeus dan menaruh perhatian padanya dan minta supaya dibawa kepada-Nya. Lalu Yesus berdialog dengan Bartimeus dengan menanyakan keinginan Bartimeus. Betapa bahagia Bartimeus, sebab Yesus yang dia dengar dari orang lain, kini ada di depannya dan berbicara langsung dengannya. Maka pengetahuan yang menumbuhkan kepercayaan dan pengharapan dalam dirinya makin kuat dan kini ia menyerahkan kerinduannya itu kepada Anak Daud dengan berkata: "Tuhan, supaya aku dapat melihat." Dengan ini Bartimeus mengungkapkan imannya yang benar: Yesus bukan saja Anak Daud, sebagai raja yang terkenal, tapi Dialah TUHAN, yang Maha kuasa. Maka iman sebesar itu diganjari dengan penglihatan secara fisis, tapi lebih lagi, kini dia melihat dan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan, yang harus diikutinya sambil memuliakan Allah.

Mungkin banyak hal sudah kita tahu lewat pendengaran tentang diri Yesus. Ada baiknya kita tanya pada diri, sejauh mana pengetahuan itu membawa kita pada kepercayaan akan Dia? Apakah kepercayaan itu membuat kita semakin berharap pada Dia dan akhirnya kita mengikutinya sambil memuliakan Tuhan? Kalau ya, iman telah menyelamatkan kita (MS).

 

Pelita Hati: Buatlah pengetahuan jadi jalan keselamatan.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Selasa, 13 November 2012

Renungan Harian: Sabtu 17 Nopember 2012

Renungan Harian: Sabtu 17 Nopember 2012

Luk 18:1-8

Pada suatu ketika Yesus menceritakan suatu perumpamaan kepada murid-murid-Nya untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemunya. Ia berkata, "Di suatu kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapa pun. Di kota itu ada pula seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapa pun, namun karena janda ini menyusahkan daku, baiklah aku membenarkan dia, supaya ia jangan terus-menerus datang dan akhirnya menyerang aku." Lalu Yesus berkata, "Camkanlah perkataan hakim yang lalim itu! Bukankah Allah akan membenarkan para pilihan-Nya, yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera menolong mereka. Akan tetapi jika Anak Manusia datang, adakah Ia menemukan iman di bumi ini?"

 

Berdoa dengan tidak jemu-jemu

Jika sepintas dibaca Injil hari ini dapat membuat orang tersandung: sepertinya Yesus menghargai hakim jahat itu, yang tak takut pada Allah dan tak menghormati siapa pun. Hal itu sama sekali tidak benar, sebab Yesus tak mungkin menghargai yang jahat. Mari kita coba mencermatinya. Perikop ini merupakan suatu perumpamaan, yang diambil Yesus dari hidup sehari-hari. Perumpamaan diberikan untuk menyampaikan suatu pesan penting. Hal itu dengan jelas dikatakan dalam teks: 'untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu'. Tokoh yang mau diikuti dalam perumpamaan ini bukanlah hakim yang jahat itu, melainkan janda miskin dengan sikapnya: berkemauan keras, tak mau putus asa dalam usaha memperoleh kebahagiaannya, meskipun harus menghadapi orang-orang yang jahat. Dengan itu Yesus mau memesankan: sebagai orang beriman kita mencari kebahagiaan kita dengan berdoa. Maka dalam berdoa itu, manusia harus mempunyai kerinduan yang kuat, tidak bosan-bosan memohon dengan penuh penyerahan diri.

Sering terjadi bahwa manusia memohon kepada Tuhan seolah 'menuntut': bila permohonannya tidak dikabulkan pada waktu dan seperti yang dikehendakinya, maka ia mulai beralih dari Tuhan.  Atau malah menuduh: Tuhan tidak adil. Sebagai pemohon sepatutnya kita rendah hati, tekun dan penuh penyerahan diri. Dengan demikian, Tuhan akan menganugerahkan kepada kita kebahagiaan menurut cara dan kebijaksanaan-Nya sendiri, yang sering di luar dugaan kita. Sebab kenyataan membuktikan bahwa sering kuperoleh kebahagiaan yang besar dalam bentuk dan cara yang selama ini tidak pernah kudoakan, kumohonkan (MS).

 

Pelita Hati: Meminta dengan sikap berserah diri.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Jumat 16 Nopember 2012

Renungan Harian: Jumat 16 Nopember 2012

Luk 17:26-37

Pada suatu ketika Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, "Sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula kelak hari Anak Manusia. Pada zaman Nuh itu orang-orang makan dan minum, kawin dan dikawinkan, sampai pada hari Nuh masuk ke dalam bahtera. Lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian pula yang terjadi pada zaman Lot. Mereka makan dan minum, membeli dan...

 

Yang ingin memelihara nyawanya akan kehilangan nyawanya

Dalam Injil hari ini Yesus mengingatkan dua peristiwa, yakni peristiwa Nuh dan peristiwa Sodom dan Gomora. Dari kedua peristiwa itu, Yesus menekankan satu hal, yakni kepercayaan kepada Allah dan kerelaan untuk mengandalkan kehendak Allah itu agar selamat. Sebaliknya, bila tidak percaya dan mulai mengandalkan diri akan kehilangan nyawa alias tidak selamat.

Dalam peristiwa pertama, Nuh yang mendapat pesan dari Allah dengan hati tulus melakukan pesan itu, meskipun rasanya 'aneh', (sebab ia disuruh Allah untuk membuat bahtera besar di daratan). Bisa kita duga aneka macam komentar atau cemooh yang sampai ke telinganya: 'pekerjaan yang sia-sia: membuat bahtera di daratan luas, apa gunanya?' Atau: "Jangan-jangan Nuh ini sudah mulai tidak beres pikirannya!" Namun, karena Nuh percaya pada Allah, apa pun kata orang, tetap kata Allah yang didengar dan dilakukannya dengan setia. Ia tak mau memelihara apa pun, kecuali Allah dengan pesan-Nya/kehendak-Nya. Dan buahnya ialah dia menyelamatkan nyawanya. Sedangkan orang-orang yang tidak percaya pada Allah akhirnya kehilangan nyawanya dalam bencana air bah itu.

Demikian juga halnya dengan penghuni kota Sodom dan Gomora: mereka tidak mau mendengarkan Allah, mereka bersikeras dalam kejahatannya dan tidak mau bertobat, mereka mau memelihara nyawanya dengan makan dan minum, membeli dan menjual, menanam dan membangun tanpa peduli dengan Allah, sehingga mereka dibinasakan dengan api dan belerang... Yang ingin memelihara nyawanya akan kehilangan nyawanya, sedangkan yang menyerahkan nyawanya ke dalam tangan Allah, akan menyelamatkan nyawanya.

Sebagai manusia yang sehat dan beriman, kita harus berusaha memelihara hidup kita sebaik mungkin. Namun, kita harus tetap sadar bahwa hidup kita ada di tangan Tuhan. Karena itu, sambil memelihara hidup, kita harus tetap setia pada Tuhan: jangan karena asyik memelihara hidup kita malah terpisah dari Tuhan (MS).

 

Pelita Hati: Percayalah, Tuhan memelihara hidupmu.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Kamis 15 Nopember 2012

Renungan Harian: Kamis 15 Nopember 2012

Luk 17:20-25

Sekali peristiwa orang-orang Farisi bertanya kepada Yesus, kapan Kerajaan Allah datang. Yesus menjawab, "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah. Tidak dapat dikatakan: Lihat, ia ada di sini, atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah sudah ada di tengah-tengahmu." Yesus berkata kepada para murid, "Akan datang waktunya kalian ingin melihat salah satu hari Anak Manusia itu. Tetapi kalian tidak akan melihatnya. Orang akan berkata kepadamu: Lihat dia ada disana!

Lihat, dia ada di sini! Tetapi jangan kalian pergi ke situ, jangan kalian ikut. Sebab seperti kilat memancar dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain, demikian pula halnya dengan Anak Manusia, pada hari kedatangan-Nya kelak. Tetapi Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh angkatan ini."

 

Kerajaan Allah ada di antara kamu

Daripada asyik menghitung-hitung hari/tanggal datangnya kerajaan Allah, Yesus menyampaikan hakikat Kerajaan Allah itu dengan berkata: Kerajaan Allah ada di antara kamu. Raja yang ada dalam suatu kerajaan benar-benar sungguh raja, bila kehendak raja itu dilakukan oleh mereka yang tinggal dalam kerajaan. Kalau tidak, maka raja itu hanya sebagai boneka saja.

Demikian juga halnya dengan Kerajaan Allah. Bila kehendak Allah sebagai Raja sungguh terjadi dalam hati kita, maka Kerajaan Allah sungguh ada di antara kita. Dalam Injil berulang-ulang Yesus mengatakan bahwa Dia datang untuk melakukan kehendak Bapa. Dalam seluruh hidup Yesus terwujudlah dengan sempurna kehendak Bapa itu. Oleh karena itu, bila kita ingin menghadirkan Kerajaan Allah di antara kita, maka kita harus memandang pada Yesus.

Apa yang kita saksikan dalam hidup Yesus? Sebagai manusia sejati yang sama dengan kita (selain dalam hal dosa), Yesus mengalami suka dan duka; pahit dan manis, derita dan damai, pujian dan penghinaan. Dalam menghadapi dinamika kehidupan manusia itu, Yesus senantiasa mendekatkan diri pada Allah Bapa. Tak ada satu kejadian pun dalam hidup-Nya yang membuat Dia jauh dari Bapa; apa pun yang terjadi Dia tetap mendekati Bapa dan berserah diri kepada kehendak Bapa.

Dinamika hidup yang sama juga kita alami. Bila dalam  menghadapinya, kita mengikuti teladan yang sudah diberikan Yesus, maka Kerajaan Allah sungguh hadir dalam diri kita. Begitu kita lalai mendekatkan diri pada kehendak Allah, maka bukan Kerajaan-Nya yang ada di antara kita, melainkan kerajaan dunia, kerajaan iblis, yang berbuah kegelisahan, kecemasan, ketidaktenteraman (MS).

 

Pelita Hati: Kerajaan Allah sudah ada dalam diri kita, kelak disempurnakan.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Rabu 14 Nopember 2012

Renungan Harian: Rabu 14 Nopember 2012

Luk 17: 11-19

Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem, Yesus menyusur perkotaan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak, "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Yesus lalu memandang mereka dan berkata, "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam." Dan sementara dalam perjalanan mereka menjadi tahir. Seorang di antara mereka, ketika melihat bahwa dirinya telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah...

 

Dalam suka dan duka perlu tetap berserah pada Tuhan

Sepuluh orang kusta dalam Injil hari ini sadar akan kenyataan dirinya yang menyedihkan: disingkirkan dari masyarakat. Dengan sadar mereka menerima kenyataan yang benar itu dan serentak mereka merindukan pemulihan, penyembuhan. Mereka sudah mendengar 'sedikit' mengenai diri Yesus, yakni bahwa Yesus itu berkuasa dan baik. Kuasa yang ada pada-Nya sering dipergunakan-Nya untuk membantu orang-orang yang menderita. Karena itu, mereka berharap pada Yesus. Begitu ada kesempatan berkontak dengan Yesus, mereka segera mempergunakannya. Maka mereka berteriak (harus berteriak dari jarak jauh, sebab mereka tak boleh dekat dengan orang sehat karena kustanya): "Yesus Anak Daud, kasihanilah kami". Dengan teriakan itu mereka menyatakan iman/keyakinan mereka bahwa Yesus punya kemampuan memulihkan mereka, begitulah mereka berserah diri dalam derita/dukanya. Buah dari penyerahan diri mereka ialah mereka semua disembuhkan: mereka bergembira, bersukacita.

Dalam kenyataan bergembira bahwa mereka disembuhkan, sembilan orang dari mereka tidak mau tahu dengan Yesus lagi; mereka tidak mencari kontak dengan Dia. Yesus sendiri mencari mereka, prihatin terhadap diri mereka... Sedangkan yang satu orang (Samaria) sadar akan kenyataan dirinya: disembuhkan, dibebaskan dari deritanya, maka dia bersukacita... Dan dalam sukacitanya, ia tetap ingat dan mencari kontak dengan Yesus: ia bersujud dan berterima kasih pada Yesus. Yesus mengakui iman yang benar dari orang Samaria itu dan buah yang diterimanya: keselamatan sejati, bukan keselamatan sementara, sebagaimana yang dialami sembilan orang lain itu.

Apakah Anda lebih gampang kontak dengan Tuhan, dalam kenyataan hidupmu yang susah, atau dalam kegembiraan? Jangan-jangan dalam keadaan bagaimanapun Anda dan saya tidak pernah kontak dengan Tuhan. Jika demikian, mari berbenah diri dengan membangun kontak dengan Tuhan. Semoga! (MS).

 

Pelita Hati: Dalam suka dan duka aku tetap milik Tuhan.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Sabtu, 10 November 2012

Renungan Harian: Selasa 13 Nopember 2012

Renungan Harian: Selasa 13 Nopember 2012

Luk 17:7-10

Yesus bersabda kepada para murid,"Siapa di antaramu yang mempunyai seorang hamba, yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu waktu ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai aku selesai makan dan minum!  Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena ia telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikianlah juga kalian. Apabila kalian telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kalian berkata: Kami ini hamba-hamba tak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan."

Tuan dan hamba

Dalam masa Perjanjian Lama dan juga pada masa Yesus, hubungan antara tuan dengan hamba sungguh merupakan hubungan ketergantungan yang sangat ketat: seorang hamba bergantung total pada tuannya dalam segala hal. Karena itu, seluruh hidup hamba melekat seutuhnya hanya pada tuannya.

Dalam dua ayat, yang mendahului Injil hari ini (17: 5-6) Yesus berbicara mengenai iman. Inti iman yang kita akui, bagaikan hubungan hamba dengan tuan tadi, yakni relasi ketergantungan total. Sebagaimana seorang hamba terhadap tuannya, demikian pula segenap diri kita bergantung total pada Tuhan yang kita imani. Segala karya yang kita kerjakan dapat berjalan melulu karena Dia. Dia memberi kita pikiran untuk merencanakan dan kesehatan serta kekuatan untuk melaksanakannya dengan baik. Karena itu, bila kita mengerjakan sesuatu dengan baik, kita harus tetap sadar akan ketergantungan diri kita pada Tuhan: tanpa Dia kita tak dapat berbuat apa pun. Jadi, tak ada alasan untuk merasa diri 'berguna', atau berbangga, apalagi sombong, atas yang kita lakukan karena semua itu berkat kuasa Tuhan. Diriku baru 'berguna, berarti', bila aku yakin dan menghayati bahwa diriku tak berarti di hadapan Tuhan.

Godaan terbesar yang mengancam manusia dengan segala pengetahuannya yang semakin canggih ialah merasa diri begitu mampu. Hal ini membuat manusia tak sadar bahwa kemampuan yang ada pada dirinya itu bersumber dari kebenaran dasar  bahwa dirinya telah diciptakan Allah dari tidak ada menjadi ada. Karena itu, manusia mesti bergantung total pada PENCIPTAnya (MS).

 

Pelita Hati: Hanya pada Tuhan hatiku tenang.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Senin 12 Nopember 2012

Renungan Harian: Senin 12 Nopember 2012

Luk 17:1-6

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Tak mungkin tidak akan ada penyesatan! Tetapi celakalah orang yang menyebabkannya. Lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu dilemparkan ke dalam laut, daripada ia menyesatkan salah seorang yang lemah ini. Jagalah dirimu! Jika saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia. Dan jika ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jika ia berbuat dosa terhadapmu tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia." Lalu para rasul berkata kepada Tuhan, "Tambahkanlah iman kami!" Tetapi Tuhan menjawab, "Jika kalian memiliki iman sebesar biji sesawi, kalian dapat berkata kepada pohon ara ini: Tercabutlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, maka pohon itu akan menurut perintahmu."

MEMBAWA KESELAMATAN

Tahun lalu para tokoh lintas agama dan beberapa LSM mengeluarkan pernyataan yang membuat telinga dan wajah pemerintah merah dan malu. Mereka mengatakan bahwa pemerintahan SBY melakukan kebohongan publik. Pemerintah menyampaikan informasi yang kiranya dapat menyesatkan masyarakat. Beberapa janji yang dikemukakan saat kampanye, pada awal dan sepanjang pemerintahan SBY tidak dapat diwujudkan. Tokoh lintas agama dan LSM tersebut melakukan perlawanan dengan menyajikan data dan informasi yang sebenarnya.

Nasihat Yesus dalam Injil hari ini rasanya sangat keras. "Celakalah orang yang mengatakannya," yaitu orang yang menyesatkan orang lain. Bagi mereka yang menyesatkan orang lain, entah melalui sikap, perilaku, informasi yang tidak benar, akan diikatkan batu kilangan pada lehernya dan dibuang ke dalam laut. Upah bagi mereka itu ialah kematian yang tragis. Demikian juga apabila ada seseorang yang melakukan kesalahan, para murid diajak untuk menegornya tetapi tidak hanya menegor saja. Tegoran mesti dibarengi dengan sikap mengampuni. Tegoran tanpa pengampunan justru meninggalkan luka di hati dan itu membuat relasi makin runyam.

Yesus mengajak para murid-Nya agar senantiasa berlaku jujur, menyampaikan kebenaran. Yesus tidak mau bahwa murid-murid-Nya suka neko-neko, berkelit, berkampanye yang muluk-muluk dan ternyata menyesatkan bagi para pendengar. Seorang murid sejati, seperti Yesus Sang Guru, sejatinya membawa keselamatan kepada orang lain (MM).

 

Pelita Hati: Seorang murid sejati membawa keselamatan kepada orang lain.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Minggu 11 Nopember 2012

Renungan Harian: Minggu 11 Nopember 2012

Mrk 12:38-44 (41-44)

Pada kali lain sambil duduk berhadapan dengan peti persembahan Yesus memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda miskin. Ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka Yesus memanggil para murid-Nya dan berkata kepada  mereka, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin itu memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda itu memberi dari kekurangannya: semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."

MENYERTAKAN HATI

Kedua remaja itu sungguh serupa. Mereka memang kembar. Bukan hanya wajah yang serupa tetapi juga sifat-sifatnya. Karena sejak kecil keduanya tak pernah 'dipisahkan'. Kalau yang satu mendapat baju baru yang satu lagi juga mesti kebagian. Kalau yang satu dibawa ke tempat lain maka yang satu lagi pasti ikut. Lalu apa yang membedakannya? Ibunya bertutur, "Anak yang sulung selalu melaksanakan pekerjaannya, entah kerja di rumah atau belajar tetapi dengan anggap enteng. Sementara adiknya (lahir hanya beda 30 menit) bekerja dengan tekun, serius, dan menyertakan hatinya."

Yesus mengamati perilaku orang-orang yang memasuki bait Allah dan menghantarkan persembahannya. Menarik bahwa ada banyak orang kaya yang memasukkan sejumlah besar uang ke kotak persembahan. Mereka sungguh menjadi penyumbang yang cukup diperhitungkan. Dan tentu saja orang-orang seperti itu mendapat pujian dan tempat yang terhormat dalam struktur masyarakat. Sementara itu, masuk seorang janda miskin, menjatuhkan dua peser ke kotak persembahan. Dia orang yang tidak diperhitungkan, bahkan dilecehkan dalam masyarakat. Namun, Yesus justru memujinya sebagai orang yang memberikan lebih banyak dari kelimpahan orang-orang kaya.

Mengapa janda miskin itu dipuji Yesus? Si kaya memberikan banyak (tapi itu secuil saja dari segudang miliknya). Bagaimanapun hal itu tidak akan mengganggu keberlangsungan hidupnya. Masih banyak persediaan. Si miskin memberikan secuil (tapi itu seluruh nafkahnya). Ia kini menggantungkan hidupnya pada kebaikan hati Allah. Ia memasrahkan diri pada penyelenggaraan Allah. Ia tidak cemas dan ragu akan keberlangsungan hidupnya karena ia percaya berkat Allah senantiasa melimpah. Ia menyertakan hatinya saat memasukkan persembahan itu bagi Allah yang memberi segalanya baginya (MM).

 

Pelita Hati: Janganlah cemas dan ragu akan keberlangsungan hidupmu apabila kamu percaya pada penyelenggaraan Allah.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.