Jumat, 23 Mei 2014

Koalisi dan Transformasi Kejujuran

KOALISI DAN TRANSFORMASI KEJUJURAN

 Apa itu transformasi? Transformasi adalah proses perubahan bentuk dan isi karena adanya pengaruh eksternal dan internal yang terjadi. Sedangkan statement “Transformasi Kejujuran” adalah proses perubahan muatan original dari kata kejujuran itu yang mengarah ke arti yang sebenarnya. Ungkapan itu kami kaitkan dengan konstelasi politk yang semakin memanas di negara kita. Yang mau kami tekankan di sini ialah apa alasan mendasar dalam pembentukan koalisi dan arah kejujuran yang mau dibangun.

Saat ini  jelas di hadapan kita bahwa hanya ada dua capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pilpres nanti yakni Jokowi-Jusuf Kalla versus Prabowo-Hatta. Kedua kubu ini telah membentuk dan membangun koalisi. Satu koalisi gemuk yang dimotori oleh Gerindra dengan partai gabungan (Golkar, PPP, PKS, PAN, dan PBB) dengan capaian 48,93 persent melawan koalisi ramping PDIP dkk (Hanura, PKB, Nasdem) dengan 39.97 persen.

Ada yang menarik dari fakta-fakta di atas, pertama, Partai Golkar yang dalam perjalanan sejarah selalu bisa menjadi motor penggerak dan partai yag disegani kali ini justru kehilangan jati diri yang jelas. Diawali dengan gerakan angin ingin berkoalisi dengan PDIP dengan tawaran semakin rendah, menjadi cawapres Jokowi dan akhirnya berlabuh dengan Gerindra tanpa ada posisi tawar yang jelas.

Kedua, Ical bermanuver ke Prabowo dan koalisinya tidak lama setelah Jusuf Kalla dipilih oleh Jokowi sebagai cawapresnya. Dalam hal ini ada faktor psikologis berbau gengsi. Selama ini kubu Golkar membuat patokan mati bahwa Ical harus menjadi capres. Sebagai pemenang kedua dalam pileg sebenarnya wajarlah Golkar menjadi salah satu tumpuan koalisi namun karena itu tadi nama Ical tidak menjual. Justru Gerindra dengan Prabowonya lebih mempunyai magnet daripada runner-up pileg. Ia bagaikan suatu produk yang tidak diminati oleh konsumen. Justru dimenit-menit akhir kader Golkar yang lain dipilih oleh Jokowi menjadi wakilnya. Tentu muncul rasa ketersinggungan psikologis dengan memblock arah koalisi ke PDIP.

Intinya tidak mungkin lagi Golkar bergabung karena posisi capres dan cawapres sudah jelas. Mau kemana posisi Ical yang adalah ketum Golkar. Apakah ia merelakan Jusuf Kalla bawahannya secara struktual organisasi sebagai cawapres ? Karena itu ia memilih berkoalisi dengan Gerindra.

Koalisi dan Transformasi Kejujuran

Kejujuran adalah faktor yang sangat penting dalam membangun suatu koalisi. Kejujuran yang original yang bersumber dari hati nurani. Kejujuran yang original sejatinya akan bermuara demi kepentingan rakyat dan bukan terutama muatan membagi-bagikan kursi dan kekuasaan. Sayangnya upanya kompromistis demi kepentingan individu dan partai nampaknya lebih mendominasi upaya penggabungan ini. Adanya jaminan posisilah yang menggerakkan elite partai untuk membentuk suatu koalisi.

Belajarlah dari sejarah periode lalu. Partai Demokrat pemenang mutlak saat itu  justru masih mau membentuk koalisi gemuk. Awalnya koalisi ini rasanya meyakinkan di parlemen namun dalam perjalanan waktu kita bisa menyaksikan bagaimana koalisi itu tidak se-irama. Demokrat justru pusing menghadapi masalah internal koalisi.

Tensi politik ini bisa semakin menarik dan bisa juga semakin memanas. Mengapa? Ya itu tadi, soal transformasi kejujuran. Ini pasti dibarengi dengan sikap kritis berbasis kepentingan yang lebih besar yakni demi bangsa dan raykat. Beberapa elite partai tidak mau lagi membohongi dirinya. Mereka tidak mau lagi melawan suara hatinya. Mereka berani melawan arah kebijakan pimpinan partai (mbabelo) dan mendukung capres dan cawapres yang bersebarangan dengan partainya sendiri. Mereka bahkan siap dengan konsekwensi pemecatan demi transformasi kejujuran itu.

Maka akan ada dua sisi yang bakal terjadi dalam perhelatan ini yakni pertama transformasi kejujuran yang bergerak ke arah arti yang sebenarnya. Ini lebih didasari oleh muatan hari nurani dan demi kepentingan bangsa.  Kedua, ambisi pribadi dan partai demi kursi kekuasaan. Rakyat yang menjadi “target” operasional dari pemilu ini juga kita harapkan mengalami tranformasi kejujuran. Memilih dengan memakai hati nurani. Melihat dengan jernih siapa yang ia pilih. Pertimbangan utamanya ialah hati nurani dan bukan berdasarkan siapa pilihan orang lain. Jujurlah terhadap diri dan jujurlah terhadap bangsa.     

Sdr. Yos'Ivo