Minggu, 26 Mei 2013

Renungan Harian: Jumat, 31 Mei 2013

Renungan Harian: Jumat, 31 Mei 2013

 Zef 3:14-18a atau Rm 12:9-16b; Luk 1:39-56 - Pesta Maria mengunjungi Elisabeth

 

Kunjungan yang Menghadirkan Allah

 

Peristiwa kunjung-mengunjungi entah sebagai anggota keluarga, sahabat, kenalan adalah sesuatu yang sering terjadi dalam perjalanan hidup manusia sampai dengan saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan itu adalah sesuatu yang baik dan bermakna.

Dalam bacaan Injil dikisahkan dua tokoh iman yang melakukan tindakan saling mengunjungi yakni Maria mengunjungi Elisabeth saudaranya. Kunjungan Maria kepada Elisabeth itu berlangsung sampai dengan kelahiran Yohanes Pembaptis, dan merupakan bantuan lengkap kepada sesama, selama dibutuhkan, sampai selesai. Di sini kita  dapat melihat bahwa kunjungan Maria kepada Elisabeth itu tidak hanya sebatas kunjungan biasa tetapi suatu kunjungan yang memberi dan membawakan sebuah bantuan yang memadai. Elisabeth yang mandul dan Zakaria yang sudah tua akhirnya juga mengandung, bagi manusia tidak mungkin tapi bagi Allah tidak ada yang mustahil. Kunjungan Maria yang menghadirkan Allah dalam keluarga Elisabeth dan Zakaria, membawa suatu sukacita besar. Ketika ucapan salam dari  Maria sampai kepada Elizabeth terjadi sukacita besar sehingga anak yang dalam kandungan ibunya pun ikut bersukacita.

Memang indah pertemuan Maria dan Elisabeth, yang ‘saling mendahului dalam memberi hormat’ salam yang menyucikan dan memberi rahmat karena kedatangan Roh Kudus.  Indah kidung Magnifikat menutup hari, seperti kidung Benediktus menyongsong kedatangan sang Surya pagi.  Mengharukan kelahiran dan penamaan Yohanes dikisahkan. Maria berdiri di belakang semua itu, menyaksikannya ia bersyukur kepada Tuhan. Ia merasa hamba tak berguna.

Bagaimana dengan kita umat beriman yang juga sering memberikan bantuan kepada sesama? Apakah kita memberikan dengan ketulusan hati karena melihat bahwa sesama membutuhkannya atau ada ambisi dan keinginan pribadi di belakangnya?

 

Pelita Hati: Hendaknya kunjungan kita kepada sesama tulus dan murni.

Renungan Harian: Kamis, 30 Mei 2013

Renungan Harian: Kamis, 30 Mei 2013

Sir 42:15-25; Mrk 10:46-52

Rabuni, supaya Aku dapat Melihat

Pada tahun 1998 saya bersama seorang frater kerasulan di salah satu panti asuhan tunanetra yang dikelola pemerintah setempat. Suatu ketika dalam ibadat bersama khususnya pada saat sharing, ada seorang anggota tunetra bertanya, Frater apa artinya beriman? Teman fraterku langsung menjawab bahwa beriman itu artinya berpasrah diri kepada Tuhan. Lalu ia bertanya lagi bagaimana caranya supaya kita bisa beriman kepada Tuhan? Jawab frater itu kita perlu berdoa memohon kepada Tuhan dan meminta juga bantuan sesama kita untuk membantu. Yang muncul dalam pikiranku saat ini, mereka ini buta secara fisik tapi dalam hatinya ada suatu kerinduan untuk melihat secara iman.

Kisah penyembuhan Bartimeus oleh Yesus dalam Injil berawal dari suatu kerinduan dan keyakinan akan Yesus.  Dengan ketidakberdayaannya ia terus berteriak “Yesus, Anak Daud kasihanilah kami” dan akhirnya Yesus yang melihat ketulusan hati Bartimus berhenti dan berpaling memandangnya sekaligus menyuruh dia datang. Ketika di hadapan Yesus, Yesus bertanya kepadanya: apa yang kau kehendaki Aku perbuat bagimu? Jawabnya:” Rabuni, supaya aku dapat melihat”. Lalu jawab Yesus, “pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau”. Di sini Yesus tidak melakukan satu tindakan fisik tetapi hanya lewat kata-kata-Nya yang penuh kuasa lalu sembuhlah si buta tersebut. Yang terjadi di sini bukan tindakan fisik yang menyembuhkan, akan tetapi tindakan iman. Si buta semakin diterangi imannya sehingga semakin jelas “melihat” Yesus dan sesamanya.

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memiliki iman yang teguh kepada Yesus yang sudah sering kita dengar nama-Nya bahkan telah merasakan kasih-Nya dalam hidup kita? Maukah kita berani rendah hati untuk berseru kepada Yesus untuk menyembuhkan kebutaan iman dalam diri kita yang terkadang kita sendiri tidak mengetahui atau menyembunyikannya? Hanya orang yang rendah hati mau berpasrah dan memohon: Yesus Anak Daud kasihanilah aku (Dom).

 

Pelita Hati: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau”.

Renungan Harian: Rabu, 29 Mei 2013

Renungan Harian: Rabu, 29 Mei 2013

Sir 36:1.4.5a.10-17; Mrk 10:32-45

Arti Penderitaan

 

                Setiap orang yang diminta untuk memilih salah satu dari dua situasi yakni Penderitaan dan Kebahagiaan secara spontan pasti akan memilih kebahagiaan daripada penderitaan. Ini menandakan bahwa penderitaan itu tidak pernah diinginkan dan diperjuangkan oleh manusia. Mengapa demikian? Dan apakah penderitaan itu sesuatu yang buruk dan harus dihindari manusia?

                Melalui bacaan Injil hari ini, Yesus mau menegaskan apa artinya sebuah penderitaan hidup kita dalam ajaran-Nya yang terkadang sulit diterima orang. Yesus yang meramalkan penderitaan bagi diri sendiri, sampai tiga kali, membuat para murid-Nya bingung dan sulit menerimanya. Pada saat Yesus mengatakan bahwa Ia harus menderita membuat para murid cemas, takut dan hanya berjalan mengikutinya dari belakang. Rupanya para rasul takut, bungkam dan hanya Yesus yang berani untuk menerima penderitaan.

                Sikap Yesus ini mau menunjukkan bahwa ajaran tentang penderitaan dan kerelaan-Nya untuk menerima penderitaan itu bukan karena kehendak-Nya tetapi karena kehendak Bapa-Nya yakni demi keselamatan umat manusia. Penderitaan Yesus merupakan salah satu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan pelayanan-Nya di dunia. Begitu pula dalam hal mengikuti Yesus bukan kemauan dan ambisi pribadi tetapi harus dihasilkan oleh “tarikan” Yesus sendiri.  Salah satu bukti adalah bahwa setelah kedatangan Roh Kudus sikap dan semangat para rasul berubah dengan drastis. Mereka berani tampil keluar, tidak lagi memperhitungkan jerih payah  demi pelayanan umat, tidak takut tantangan, penganiayaan, dan lain sebagainya.

                Semua kita dipanggil oleh Allah untuk berpartisipasi dalam pelayanan tetapi apakah kita juga terbuka kepada Roh Kudus yang akan memperbaharui hidup kita sehingga mau berani menderita demi kebahagiaan sesama? Beranikah kita mau menderita, dicemoohkan karena menegakkan kebenaran dan keadilan? Semoga kita tidak hanya mengandalkan kekuatan kita tetapi membangun sikap pasrah kepada Tuhan sehingga hidup kita menjadi bermakna di hadapan-Nya (Dom).

 

Pelita Hati: Mengikuti Yesus bukanlah kemauan dan ambisi pribadi tetapi harus dihasilkan oleh “tarikan” Yesus sendiri. 

Renungan Harian: Selasa, 28 Mei 2013

Renungan Harian: Selasa, 28 Mei 2013

Sir 35:1-12; Mrk 10:28-31

 

Situasi Terbalik

 

 “Lebih cepat lebih baik”. Inilah  salah satu slogan yang terkenal dalam kampanye pemilihan kepala Negara Repubilk Indonesia tahun 2008-2009. Slogan ini tentu bertujuan untuk meyakinkan masyarakat bahwa seorang pemimpin harus pandai mengatur strategi sehingga semua dapat berjalan dengan lancar, cepat dan menjawab kebutuhan masyarakat, bangsa dan Negara. Selain itu, slogan ini juga mengandung suatu ajakan bahwa semua orang, lembaga, institusi untuk mengambil langkah yang strategis guna mencapai apa yang menjadi tujuan atau cita-cita yang mau dicapai.

Ada dua bagian yang mau ditekankan oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Pertama dalam kaitan dengan panggilan dan yang kedua adalah peziarahan hidup manusia menuju kerajaan Allah. Dalam kisah panggilan dikatakan bahwa tidak semua yang terpanggil akan terpilih. Ini berarti bahwa orang tidak sekali jadi, sekali pasti. Orang harus bekerja terus, dari hari ke hari, dengan berganti-ganti situasi, berjuang dengan tuntunan Yesus, tanpa kendur, tidak mundur, berusaha menjadi hamba yang terbaik, dan menyerahkan segala pahala kepada Tuhan. Yang mendapat pahala, bukan yang dikejar manusia menurut cita-citanya, tetapi yang dilaksanakan sesuai kehendak Tuhan. Yang dipanggil bisa berlari kehilangan tujuan, berjuang memukul angin, hingga akhirnya ia tidak terpilih, ditolak.

Sedangkan dalam kaitan dengan perjuangan untuk masuk kerajaan surga selalu berkaitan dengan kehidupan kita di dunia ini. Hidup itu ibarat satu perlombaan. Tidak dapat dipastikan bahwa yang lari terdahulu, akan mencapai nilai tertinggi, dan yang kemudian datang, dinilai menurut urutan. Di atas itu semua Tuhan memiliki penilaian sendiri. Perhitungan Tuhan beda dengan perhitungan manusia, dan bahagia orang yang mengikuti Tuhan pada setiap langkah, di setiap waktu (Dom).

 

Pelita Hati: Hidup itu ibarat satu perlombaan.