Selasa, 28 Agustus 2012

Renungan Harian: Jumat 31 Agustus 2012

Renungan Harian:  Jumat 31 Agustus 2012

Mat 25:1-13

Pada suatu hari Yesus mengucapkan perumpamaan ini kepada murid-murid-Nya, "Hal Kerajaan Surga itu seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong pengantin. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Yang bodoh membawa pelita, tetapi tidak membawa minyak. Sedangkan yang bijaksana, selain pelita juga membawa minyak dalam buli-bulinya. Tetapi karena pengantin itu lama tidak datang-datang, mengantuklah mereka semua, lalu tertidur. Tengah malam terdengarlah suara berseru. 'Pengantin datang! Songsong dia!'

Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka.

Yang bodoh berkata kepada yang bijaksana, 'Berilah kami minyakmu sedikit, sebab pelita kami mau padam.' Tetapi yang bijaksana menjawab,

'Tidak, jangan-jangan nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kalian. Lebih  baik kalian pergi membelinya pada penjual minyak.' Tetapi sementara mereka pergi membelinya, datanglah pengantin, dan sudah siap sedia masuk bersama dia ke dalam ruang perjamuan nikah. Lalu pintu ditutup. Kemudian datanglah juga gadis-gadis yang lain itu dan....

 

Hikmat Itu Perbuatan

Jangan percaya pada hikmat manusia apalagi di zaman sms-an ini. Banyak orang kirim-kirim kata-kata bijaksana supaya dianggap hebat dan mulia. Tetapi benarkah adanya? Begitukah perilakunya? Sebab hikmat bukanlah hanya kata-kata, tetapi terutama perbuatan kita. Kadangkala saya terdorong untuk menjawab tetapi kebanyakan kutunda. Karena kukira aku belum memiliki hikmat yang sebenarnya.

Gadis-gadis yang bijaksana itu sungguh memiliki hikmat. Jelas dari perbuatan mereka yang mempersiapkan minyak untuk pelitanya. Mereka mungkin mengetahui pepatah "sediakan payung sebelum hujan" dalam bahasa mereka dan cara mereka sendiri. Lalu mereka mempraktikkannya dalam situasi hidup kesehariannya. Hikmat dalam perbuatan ini membawa mereka melewati gerbang dan masuk ke pesta perjamuan kawin. Berapa kali kita terjatuh dalam hikmat kata-kata seperti gadis-gadis yang bodoh itu? Kita kadangkala pandai merangkai kata indah untuk dibaca dan di"sms"kan pada orang lain. Tetapi berapa kali sudah hilang kesempatan indah dan berharga dalam hidup kita karena kita tidak berhikmat dalam perbuatan?

Kita sering tertunda untuk menikmati kemuliaan karena kecerobohan kita. Maka sangat baik kita jika berpaling pada hikmat Tuhan yang menciptakan dan menumbuhkan karya mulia. St. Paulus mengatakan, "Tetapi yang kami beritakan adalah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita". (MARS)

 

Pelita Hati: Hikmat bukanlah hanya kata-kata, tetapi terutama perbuatan kita.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Kamis 30 Agustus 2012

Renungan Harian:  Kamis 30 Agustus 2012

Mat 24:42-51

Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, "Berjaga-jagalah, sebab kalian tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini:

Jika Tuan rumah tahu pada waktu mana pencuri datang waktu malam, pastilah ia berjaga-jaga dan tidak membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu hendaklah kalian selalu siap siaga, sebab Anak Manusia datang pada saat yang tidak kalian duga. Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberi makan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya sedang melakukan tugasnya itu, ketika tuannya datang. Aku berkata kepadamu: Sungguh, tuan itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi jika hamba itu jahat, dan berkata dalam hatinya, 'Tuanku tidak datang-datang,' lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama para pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak ia sangka, dan pada saat yang tidak ia ketahui. Maka hamba itu akan dibunuhnya dan dibuatnya senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.'

Syukur

Syukur selalu berhubungan dengan kasih karunia dan kesetiaan. Seorang anak tiba-tiba mengatakan, "Aku tak bersyukur atas kelahiranku". Lantas ia dibilang orang anak yang tak setia. Mengapa ia berkata begitu? Karena ia merasa, ia bukan buah dari kasih karunia orangtuanya. Kita adalah buah kasih karunia Tuhan. Maka kita patut bersyukur pada-Nya. Sebab semua yang kita peroleh adalah hasil pemberian dan anugerah-Nya. Inilah tanda kesetiaan kita, bila kita mampu menunjukkan tanda syukur kita.

Hamba yang setia dalam Injil hari ini mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan melaksanakan tugasnya. Ia memelihara para hamba yang dipercayakan kepadanya. Sebab ia tahu bahwa kedudukan yang didapatnya sekarang ini hanyalah pemberian mandat sementara. Syukur bahwa dia pernah diberi kesempatan untuk belajar memimpin orang lain.

Sayangnya pada masa kita sekarang ini jarang orang tahu bersyukur. Setelah menjadi pejabat atau memperoleh pangkat, sering orang mulai bertindak semena-mena. Ia tidak menyadari lagi bahwa itu hanyalah pemberian dari rakyat atau orang-orang yang mempercayakannya. Kasih karunia dan usaha memang beda tipis. Tetapi kalau tidak mau melihat ada karunia di dalamnya, maka kesombongan menanti di sana. Itulah yang akan merusak citra kita. Sebab itu bersyukurlah pada pemberi  kasih dan damai sejahtera itu supaya tetap indah citra kita (MARS).

 

Pelita Hati: Kita merupakan buah kasih Tuhan sehingga patut bersyukur kepada-Nya.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Jumat, 24 Agustus 2012

Renungan Harian: Rabu 29 Agustus 2012

Renungan Harian:  Rabu 29 Agustus 2012

Mat 23:27-32

Pada waktu itu Yesus bersabda, "Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kalian orang-orang munafik, sebab kalian itu seperti kuburan yang dilabur putih. Sebelah luarnya memang tampak bersih, tetapi sebelah dalamnya penuh tulang-belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikianlah pula kalian, dari sebelah luar nampaknya benar, tetapi sebelah dalam penuh kemunafikan dan kedurjanaan. Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kalian orang-orang munafik, kalian membangun makam bagi nabi-nabi dan memperindah tugu peringatan bagi orang-orang saleh, dan sementara itu kalian berkata, 'Seandainya kami hidup pada zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut membunuh para nabi.' Tetapi dengan demikian kalian bersaksi melawan dirimu sendiri, bahwa kalian keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi penuhilah takaran para leluhurmu!"

 

Belajar Keperwiraan

Keperwiraan apakah yang harus kita pelajari dari para nabi? Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menaruh bela rasa terhadap nabi-nabi Israel terdahulu. Mereka memperindah, mengukir, dan menjadikan makam mereka menjadi tempat untuk perziarahan. Dengan suatu sikap penuh kebanggaan, mereka mencuci tangan atas kematian para nabi itu. Tetapi mereka tidak pernah belajar dari para nabi. Itulah yang dicela Yesus atas mereka.

Tidak cukup bela rasa, tetapi belajar menjadi perwira. Itulah hendaknya dilakukan Herodes, ketika putrinya Salome meminta kepala Yohanes Pembaptis di atas talam. Ketakutannya untuk membela rasa orang banyak tidak mampu menghindari pemenggalan kepala itu. Ia tidak mau memiliki keperwiraan seperti Yohanes Pembaptis untuk menyuarakan kebenaran, menegur kesalahan.

Kematiannya menyerukan pertobatan bagi orang-orang pada zamannya dan masa kita. Begitu banyak orang yang mau berbela rasa dengan omong-omong tentang keprihatinan, kepedulian, dan ketidakadilan. Tetapi di manakah aksi-aksi keperwiraan Yohanes Pembaptis kita temukan? (MARS)

 

Pelita Hati: Suarakanlah kebenaran dengan menegur kesalahan.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Selasa 28 Agustus 2012

Renungan Harian:  Selasa 28 Agustus 2012

Mat 23:23-26

Pada waktu itu Yesus bersabda,"Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kalian orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kalian bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kalian abaikan, yaitu keadilan, belas kasih dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan, tetapi yang lain jangan diabaikan. Hai kalian pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kalian tepiskan dari minumanmu tetapi unta di dalamnya, kalian telan. Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kalian orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kalian bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang-orang Farisi buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.

Sadar Akan Kesesatan

Yesus menyadari betapa mudahnya para murid tersesat. Ia pun mencela beberapa ahli Taurat dan kaum Farisi yang sering membawa kesesatan. Metodenya sangat brilian dengan mengidentifikasikan diri dekat dengan Tuhan. Nyatanya itu hanyalah menyembunyikan kekurangan dan kesalahan diri. Mereka tampil prima di luar, tetapi kehidupan pribadinya penuh dengan kenajisan.

Untung St. Agustinus akhirnya menyadari kesesatannya. Ia sebelumnya terperangkap oleh kesombongan intelektual, ambisi akan kesuksesan karier. Dalam waktu yang lama ia terpenjara oleh ide-ide manicheisme, suatu aliran agama di Persia pada pertengahan abad ketiga yang mengandalkan nalar. Setelah lelah dengan kebimbangan akan misteri Tuhan, St. Agustinus mengakukan, "Saya telah membaca tulisan Plato dan Cicero yang bijak dan mengagumkan pemikiran, tetapi tak seorang pun dari mereka yang menyatakan padaku "marilah datang padaku, hai kamu yang letih dan berbeban berat." St. Agustinus pun kembali dari kesesatannya untuk menapaki jejak Kristus.

Betapa gampang kita tersesat pada zaman internet dan globalisasi ini. Kadangkala kita tidak menyadari kesesatan  sehingga terlena oleh ide-ide dan cara hidup yang baru. Munculnya kesesatan sering disebabkan oleh keangkuhan kita yang bertambah seiring aktualisasi diri. Dalam proses menemukan penyataan diri ini, kita patut menyadari jalur-jalur yang mengesampingkan Tuhan. Kita hendaknya selalu bermenung untuk bereferensi pada Misteri yang agung itu (MARS).

 

Pelita Hati: Munculnya kesesatan sering disebabkan oleh keangkuhan kita yang bertambah seiring aktualisasi diri.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Senin 27 Agustus 2012

Renungan Harian:  Senin 27 Agustus 2012

Mat 23:13-22

Pada suatu hari Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, "Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,

hai kalian orang-orang munafik, karena kalian menutup pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kalian sendiri tidak masuk dan kalian merintangi mereka yang berusaha masuk. Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kalian, orang-orang munafik, sebab kalian menelan rumah janda-janda sementara mengelabui indra orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kalian pasti akan menerima hukuman yang lebih berat. Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kalian, orang-orang munafik, sebab kalian mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kalian menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kalian sendiri. Celakalah kalian, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata, 'Bila bersumpah demi bait suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas bait suci, sumpah itu mengikat.' Hai kalian orang-orang bodoh dan orang-orang buta, manakah yang lebih penting, emas atau bait suci yang menguduskan emas itu? Dan kalian berkata,'Bila bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat.' Hai kalian orang-orang buta, manakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? Karena itu barangsiapa bersumpah....

 

Tuntunlah Mereka

Kita sangat heran melihat ahli Taurat dan kaum Farisi. Mereka seharusnya menuntun orang banyak untuk semakin dekat dengan Tuhan. Tetapi mereka malah membawanya ke jalan yang menyesatkan untuk kepentingan dan keuntungan mereka sendiri. Mereka  menutupi jalan orang menuju ke surga. Padahal Allah membukakan surga bagi semua manusia. Sebagai pemimpin agama seharusnya mereka menyediakan jalan agar manusia merasakan keindahan surga.

St. Monika yang kita peringati hari ini sangat baik menuntun putranya, St.Agustinus, untuk mengenal surga. Doanya sebagai ibu, senantiasa mendampingi anaknya. Bahkan sepanjang Agustinus dalam jalan kesesatan, St. Monika setia membuka pintu surga demi pertobatan dan kebahagiaan anaknya.

Pernahkah orang datang meminta tuntunan dari kita? Tuntunlah mereka ke jalan menuju surga lewat perbuatan baik kita. Kita bukakan pintu surga lewat damai, sukacita, dan iman kita pada Kristus. Kehadiran kita hendaknya membuat orang mengalami serasa sedang berjalan menuju kebahagiaan sempurna itu (MARS).

 

Pelita Hati: Tuntunlah sesama menuju surga lewat perbuatan baik.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Selasa, 21 Agustus 2012

Renungan Harian: Minggu 26 Agustus 2012

Renungan Harian:  Minggu 26 Agustus 2012

Yoh 6:60-69

Setelah Yesus menyelesaikan ajaran-Nya tentang roti hidup, banyak dari murid-murid-Nya berkata, "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" Yesus dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, maka berkatalah Ia kepada mereka, "Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Lalu bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna! Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya." Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Lalu Ia berkata, "Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya." Mulai dari waktu itu banyak murid-murid Yesus mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya, "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" Jawab Simon Petrus kepada-Nya, "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah."

 

Mau Ke mana Lagi?

Sejak jatuhnya manusia pertama ke dalam dosa, manusia berusaha mencari keselamatan. Orang-orang kafir mencari lewat penyembahan dewa-dewa. Sementara bangsa Israel kebingungan di tengah berkembangnya pemujaan berhala ini. Kadangkala mereka tergiur untuk mengikuti allah-allah lain. Padahal mereka mengalami bahwa menyembah Allah yang satu, justru membawa kesejahteraan bagi bangsa Israel. Josua heran melihat bangsanya dan seperti bertanya pada mereka "lalu mau ke mana lagi?"

Yesus menantang para murid dengan menyatakan diri sebagai Roti Hidup. Para murid mulai bimbang, apa benar Yesus menjadi jalan keselamatan. Apakah mereka mau menundukkan  diri kepada Kristus sebagai Roti Hidup? Maukah mereka menerima Kristus yang mengklaim bahwa Dia sumber kehidupan dan kesejahteraan? Banyak dari murid yang mundur dan mencari jalan lain. Sementara Petrus merasa yakin bahwa tidak ada jalan lain. Mau ke mana lagi? Bukankah mengikuti Yesus Kristus adalah jalan menuju hidup kekal yang membahagiakan?

Kita telah menyatakan diri sebagai pengikut Kristus. Kadangkala dalam kepatuhan kita, kita mengalami kesulitan dan tantangan. Kita justru harus setia menghadapi segala penderitaan seperti Kristus. Karena segala kesakitan ini kita mau meninggalkannya. Tetapi mau ke mana lagi? Bukankah Dia adalah sumber hidup kekal? (MARS)

 

Pelita Hati: Yesus Kristus adalah jalan menuju hidup kekal yang membahagiakan.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Sabtu 25 Agustus 2012

Renungan Harian:  Sabtu 25 Agustus 2012

Mat 23:1-12

Sekali peristiwa berkatalah Yesus  kepada orang banyak dan murid-murid-Nya, "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kalian turuti perbuatan mereka, karena mereka mengajarkan, tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang. Mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang. Mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; Mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kalian, janganlah suka disebut Rabi; Karena hanya satulah Rabimu, dan kalian semua adalah saudara. Dan janganlah kalian menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga. Janganlah pula kalian disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Kristus. Siapa pun yang terbesar di antaramu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan  diri akan ditinggikan."

 

Kemunafikan

 Orang munafik yang dimaksud di sini ialah seorang yang beriman. Ia terlihat secara pribadi dalam perkembangan iman dan dalam pengamalan hukum Taurat. Akan tetapi, ia takut tersesat di jalan kebajikan yang dilakukannya. Ia khuwatir, jangan-jangan terjadi sesuatu pada waktu ia akan menghadap Allah dengan tangan hampa. Oleh karena itu, ia mencari suatu jaminan dalam kehidupan imannya. Sangat mudah menemukannya. Tinggal membatasi kesetiaan iman pada pengamalan hukum secara lahiriah saja!

Akibatnya mudah diduga sebelumnya: Orang munafik itu secara otomatis menganggap dirinya lebih baik daripada orang-orang lain. Ia begitu licik dalam pertimbangan legalistis, sehingga semakin kuat keyakinannya, bahwa ia melebihi orang-orang lain.

 Kemunafikan termasuk sikap, yang tidak dapat disembunyikan. Orang munafik menipu dirinya sendiri dan membingungkan orang lain. Ia tampaknya sungguh setia kepada Allah. Namun, sebenarnya agama yang ditampakkannya itu, sama sekali tidak mempunyai dasar iman. Orang munafik hanya berusaha mengarahkan perhatian orang-orang lain pada dirinya sendiri saja. Ia selalu berusaha menonjolkan dirinya, biarpun tidak ada yang memperhatikannya. Kemunafikan merupakan semacam godaan yang amat licik. Kedoknya perlu dibuka, sebab mengancam Gereja sepanjang masa (HN).

 

Pelita Hati: Kemunafikan hanya merugikan kita sebagai orang beriman. Lebih baik kita berendah hati di hadapan Tuhan dan berbuat yang benar.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Minggu, 19 Agustus 2012

Renungan Harian: Jumat 24 Agustus 2012

Renungan Harian:  Jumat 24 Agustus 2012

Yoh 1:45-51

Sekali peristiwa Yesus memutuskan untuk pergi ke Galilea. Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya,"Ikutlah Aku!" Filipus itu berasal dari Betsaida, kota Andreas dan Petrus. Lalu Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya,"Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret. Kata Natanael kepadanya,"Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Kata Filipus kepadanya,"Mari dan lihatlah!" Melihat Natanael datang kepada-Nya, Yesus berkata tentang dia,"Lihat, inilah orang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Kata Natanael kepada Yesus,"Bagaimanakah Engkau mengenal aku?" Jawab Yesus kepadanya,"Sebelum Filipus memanggil Engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara." Kata Natanael kepada-Nya,"Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" Yesus menjawab, kata-Nya,"Karena Aku berkata kepadamu, 'Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat….

 

Israel Sejati

 Hari ini kita merayakan pesta Santo Bartolomeus, rasul. Dalam Injil Sinoptik, kemungkinan nama lengkapnya adalah Natanael Bar-Tolmai. Orangnya serius dan hati-hati, tak mudah terpengaruh kasak-kusuk. Ketika Yesus berpengaruh luas di tengah rakyat, ia tak begitu saja terbawa arus. Ia waspada dan memutuskan sendiri. Tetapi ketika ternyata Yesus mengenal dia seutuhnya, maka barulah ia mengikuti Yesus dan secara total pula. Segalanya pun ditinggalkannya. Konon Natanael berkarya di India, Mesopotamia, dan terutama di Armenia, di mana ia gugur sebagai martir.

Pada saat perjumpaan dengan Yesus, Natanael menjadi "seorang Israel yang sejati". Sebab pada saat itulah ia memandang Allah, yang dengan sia-sia dicari bapa Yakub dalam penglihatan tangga yang dinaiki dan dituruni para malaikat. Apa syaratnya agar dapat digelari "orang Israel sejati"? Cukupkah diliputi rasa haru terhadap Yesus saja? Cukupkah melekat pada ajaran-Nya secara humanistis saja? Kiranya sesuatu yang lebih mendalam yang ditubuhkan, yaitu iman akan misteri kehadiran dan penebusan Yesus, yang setiap hari dihayati kembali (HN)

 

Pelita Hati: Kesejatian seorang Kristen tampak dalam penghayatannya akan penebusan Tuhan dan penghayatan itu diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan baik.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Kamis 23 Agustus 2012


Renungan Harian: Kamis 23 Agustus 2012
Mat 22:1-14
Pada suatu ketika Yesus berbicara kepada para imam kepala dan pemuda rakyat dengan memakai perumpamaan. Ia bersabda,"Hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan nikah untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan nikah itu tetapi mereka tidak mau datang.
Raja itu menyuruh pula hamba-hamba lain dengan pesan, 'Katakanlah kepada para undangan; Hidanganku sudah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih. Semuanya telah tersedia.
Datanglah ke perjamuan nikah ini.' Tetapi para undangan itu tidak mengindahkannya. Ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap para hamba itu, menyiksa dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu. Ia lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Kemudian ia berkata kepada para hamba,
'Perjamuan nikah telah tersedia, tetapi yang diundang tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kalian jumpai di sana ke perjamuan nikah ini. Maka pergilah para hamba dan mereka mengumpulkan semua ....

Pakaian Pesta
 Perjamuan kemesiasan merupakan sebuah tema, yang amat lazim dalam tradisi kenabian. Yesus memanfaatkannya secara spontan untuk menggambarkan kerajaan yang diberitakan-Nya. Namun, perumpamaan tentang perjamuan pernikahan, sebagaimana diceritakan dalam Injil Matius ini, juga menggambarkan apa yang menjadi pusat perhatian penyusun Injil itu sendiri.
 Kedua kelompok utusan sang majikan, baik para nabi (golongan pertama para hamba), maupun para rasul (golongan kedua) mengalami nasib yang serupa. Sebab para undangan perjamuan (yaitu Yudaisme yang resmi) menuduh atau malahan membunuh mereka. Hukuman pun segera datang: Yerusalem dihancurkan (ay. 7). Setelah itu, perjamuan dapat dimulai dengan tenang. Perjamuan itu akan dihadiri oleh sebanyak mungkin manusia, oleh mereka yang baik maupun yang jahat (ay 10).
 Akan tetapi, mengingat ketelitian Matius dalam menegaskan, bahwa keanggotaan Kerajaan Allah secara lahiriah saja tidak mencukupi, maka perjamuan yang bercorak kemesiasan ini, diubah Matius menjadi sebuah perjamuan pernikahan. Dengan perubahan ini Matius lebih leluasa dalam mengemukakan tema mengenai pakaian pesta. Untuk mengikuti pesta Kerajaan Allah, perlu berpakaian yang pantas. Artinya, perlu memenuhi tuntutan-tuntutan moral iman. Tanpa memenuhinya, orang akan dikeluarkan dari ruang pesta. Dengan demikian, kita layak diundang mengikuti perjamuan Tuhan (HN).

Pelita Hati: Pakaian pesta adalah kebajikan iman yang nyata dalam hidup kita, seperti kasih, damai, pengampunan, dan keadilan.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Jumat, 17 Agustus 2012

Renungan Harian: Rabu 22 Agustus 2012

Renungan Harian: Rabu 22 Agustus 2012

Mat 20:1-16a

Sekali peristiwa Yesus mengemukakan perumpamaan berikut kepada murid-murid-Nya, "Hal Kerajaan Surga itu seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah sepakat dengan para pekerja mengenai upah sedinar sehari ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula, dan dilihatnya ada orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka, 'Pergi jugalah kalian ke kebun anggurku, dan aku akan memberimu apa yang pantas.' Dan mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga sore ia keluar pula, dan berbuat seperti tadi.  Kira-kira pukul lima sore ia keluar lagi dan mendapati orang lain pula; lalu katanya kepada mereka, 'Mengapa kalian menganggur saja di sini sepanjang hari?' Jawab mereka, 'Tidak ada orang yang mengupah kami.' Kata orang itu, 'Pergilah kalian juga ke kebun anggurku.' Ketika hari sudah malam berkatalah tuan itu kepada mandornya, 'Panggillah sekalian pekerja dan bayarlah upahnya, mulai dari yang masuk terakhir sampai kepada yang masuk terdahulu.' Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima sore, dan mereka masing-masing menerima satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu. Mereka mengira akan mendapat upah yang lebih besar. Tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya, 'Mereka yang masuk paling akhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau...

 

Kemurahan Hati Allah

Para pekerja yang dipanggil pemilik kebun anggur pada pukul lima sore, menerima upah yang sama seperti para pekerja yang dipanggil pagi-pagi. Para pekerja yang pertama-tama dipekerjakan, merasa dirugikan oleh tuan kebun. Sama seperti anak sulung merasa dirugikan ayahnya, setelah adiknya yang hilang pulang ke rumah. Sama seperti Yunus merasa dirugikan Allah, karena Allah mengampuni penduduk kota Ninive yang kafir itu!

Allah memanggil semua manusia. Ia mempekerjakan mereka langsung setelah Ia berjumpa dengan mereka. Masuk akalkah, bila orang kecewa, bahwa Allah ingin memberi upah yang memuaskan kepada mereka semua? Cara Allah bertindak tidak bertentangan dengan keadilan manusiawi. Tetapi cara itu secara total melampaui keadilan manusiawi, sebab didasari oleh kasih dan kemurahan Allah.

Perumpamaan ini mengundang kita merenungkan tindakan Allah yang penuh kemurahan hati itu dengan melupakan cara biasa kita berpikir. Sebab kita biasa berpikir secara picik. Segala sesuatu kita nilai dalam rangka keadilan yang kita alami di bumi dan dalam rangka perjanjian-perjanjian timbal balik yang mengatur hubungan antarmanusia (HN).

 

Pelita Hati: Cara Allah bertindak tidak bertentangan dengan keadilan manusiawi. Mari kita meneladan kasih dan kemurahan hati-Nya.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Kamis, 16 Agustus 2012

Renungan Harian: Selasa 21 Agustus 2012

Renungan Harian: Selasa 21 Agustus 2012

Mat 19:23-30

Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya,"Aku berkata kepadamu: Sungguh sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Surga." Mendengar itu gemparlah para murid dan berkata, "Jika demikian siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang mereka dan berkata,"Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mugkin." Lalu Petrus berkata kepada Yesus,"Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" Kata Yesus kepada mereka,"Aku berkata kepadamu, sungguh, pada waktu penciptaan kembali apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kalian yang telah mengikuti Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Dan setiap orang yang demi nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudara-saudaranya, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."

 

Ganjaran Yesus

Kalau Tuhan menghukum manusia, itu demi kebenaran dan keadilan-Nya. Demi kebenaran dan keadilan pula Tuhan dapat mengganjar, memberi dengan limpah dan leluasa, karena Ia memang baik hati, dan cinta adalah sikap dasar-Nya. Jadi, tidak benar, bahwa Tuhan mencari-cari kesalahan, dan senang menghukum, sulit menghargai kebaikan manusia. Sebaliknya yang benar: Tuhan menawarkan, memanggil, tetapi banyak dari antara kita seperti si pemuda kaya itu mundur dan menolak.

 Yesus tidak mengganjar para Murid-Nya dengan memberi hidup enak, tak usah bekerja, mendapatkan "rezeki nomplok" di mana-mana. Tetapi Yesus mengganjar para murid dengan menantang kebanggaan murid: boleh ikut serta dengan Gurunya, dalam keprihatinan, penderitaan dan pengorbanan, hingga bersatu dalam derita, bersatu juga menjadi mulia.

Petrus meninggalkan segalanya dan mengikuti Kristus: ia meninggalkan segala jaminan hidup di dunia ini, menyerahkan diri utuh di bawah pimpinan Kristus. Kristus menjamin dan memimpin. Yesus bertanggung jawab bahwa murid setia akan sampai pada tujuan, dan menerima seratus kali lipat dan kehidupan kekal (HN).

 

Pelita Hati: Yesus mengganjar para murid-Nya setelah Ia menantang mereka lewat perjuangan hidup.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Senin 20 Agustus 2012

Renungan Harian: Senin 20 Agustus 2012

Mat 19:16-22

Pada suatu hari ada seorang datang kepada Yesus dan berkata,"Guru, perbuatan baik apakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup kekal?" Yesus menjawab, "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya satu yang baik! Jika engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah." Kata orang itu kepada Yesus,"Perintah yang mana?" Kata Yesus,"Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayah dan ibumu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata orang muda itu,"Semua itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" Lalu Yesus berkata,"Jika engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu, dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan memperoleh harta di surga. Kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku." Ketika mendengar perkataan itu, pergilah orang muda itu dengan sedih, sebab hartanya banyak.

 

SAMPAI TETES TERAKHIR

'Akhir zaman' sungguh dekat, sehingga manusia harus mengambil sikap yang tegas. Matius menanggapi dekatnya akhir zaman itu sebagai ajakan untuk mencari jalan 'kesempurnaan'. Manusia hendaknya jangan peduli akan bunyi huruf perintah masing-masing ('apa yang harus dilakukan?'). Manusia harus menyadari perlunya hubungan pribadi dengan Kristus ('Mari, ikutlah Aku!').

Orang kaya dalam Injil hari ini mau melindungi kekayaannya. Dalam sikap ini terkandung bahaya, yang serupa dengan yang mengancam para ahli Taurat. Dengan cara apa pun juga mereka mau mempertahankan segala peraturan Hukum. Nah, sikap demikian mengandung bahaya kebutaan hati terhadap pentingnya menjalin hubungan pribadi dengan Allah dan terhadap karunia yang ditawarkan Allah kepada manusia.

Dalam hidup harian kita masing-masing banyak orang yang memang sangat melindungi hartanya. Tidak jarang mereka selalu memandang sesuatu berdasarkan nilai harta yang dimilikinya. Akibatnya, harta menjadi nomor satu dan paling utama baginya. Manakah kita, yang melindungi harta atau yang mengikut Kristus? (HN)

 

Pelita Hati: Dalam setiap gerak hidupnya, manusia harus menyadari perlunya hubungan pribadi dengan Kristus.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Minggu 19 Agustus 2012

Renungan Harian: Minggu 19 Agustus 2012

Yoh 6:51-58

Di rumah ibadat di Kapernaum Yesus berkata kepada orang banyak, "Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Barangsiapa makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya. Dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Orang-orang Yahudi bertengkar antara mereka sendiri dan berkata, "Bagaimana Yesus ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan!" Maka kata Yesus kepada mereka, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan, dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barang-siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Akulah roti yang telah turun dari surga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."

 

PEMBERIAN DIRI

Di mana-mana selalu ada manusia yang merindukan kesatuan mesra dengan Allah. Dalam setiap agama kita menemukan kerinduan itu dan usaha untuk mencapai kesatuan itu, karena dalam lubuk hati yang terdalam, manusia tetap merasakan bahwa ia hidup dari sumber hidup abadi, yaitu Allah sendiri. Hanya, sering manusia menjadi khuwatir, jangan-jangan Allah menjauhkan diri.

Terhadap kerinduan dan kekhuwatiran ini Yesus memperkenalkan diri sebagai roti dari surga, sebagai Dia yang diutus Allah Bapa dan tinggal di antara kita dalam hidup duniawi badaniah, justru untuk memberikan sumber hidup yang tidak pernah kering. Yesus mengundang kita dalam sakramen Ekaristi untuk makan roti dan minum anggur sebagai pernyataan konkret.

Bagaimana kita dapat mengerti, bahwa dalam benda material - roti dan anggur - hadir bagi kita suatu kenyataan rohani, yakni Kristus yang mulia di surga dengan seluruh cinta dan perhatian-Nya yang sudah Dia buktikan di dalam hidup-Nya di dunia ini? Sebagai bandingan analogi, dapat kita ambil kenyataan, bahwa juga dalam hidup bersama antara manusia kita bisa memberikan "diri" kita kepada orang lain lewat tanda-tanda lahiriah. Seorang ibu yang sungguh-sungguh mencintai anak-anak dan suaminya, kalau ia memasak makanan, membersihkan rumah agar sehat untuk didiami, maka di dalam perbuatan itu ia memberikan lebih, ia memberikan dirinya, hidupnya, dan cintanya (HN).

 

Pelita Hati: Pemberian diri nyata lewat pelayanan kita sehari-hari.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Sabtu 18 Agustus 2012

Renungan Harian: Sabtu 18 Agustus 2012

Mat 19 :13-15

Sekali peristiwa orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka.

Tetapi murid-murid Yesus memarahi orang-orang itu. Maka  Yesus berkata, "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku. Sebab orang-orang seperti merekalah yang empunya Kerajaan Surga." Lalu Yesus meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.

 

KHARISMA SELIBAT

Panggilan Tuhan, yang diberikan dalam Gereja Katolik, untuk menjadi imam, bruder, suster, itu tidak dapat seluruhnya dijelaskan dengan pengetahuan, kalau di pihak lain tidak ada iman, yang menerangi dari dalam. Panggilan itu soal pilihan Tuhan, ditujukan kepada mereka yang Ia pilih dan Ia kehendaki.

Prakarsa - seperti dalam panggilan para rasul - datang dari Tuhan, dan orang beriman harus menjawab: ia dapat mengikuti Yesus, seperti Petrus, Matius, Yohanes, Yakobus; ia juga dapat menolak seperti si pemuda kaya. Orang tidak dapat memilih dan mengajukan diri sendiri.

Orang yang "dikaruniai" untuk dapat mengerti arti selibat, "tidak kawin demi kerajaan Allah", dan sedia menanggapinya secara positif, itu telah mendapatkan kharisma "anugerah" pengertian dan tekat untuk berani dan dapat melaksanakannya. Paksaan tidak akan menghasilkan apa-apa, sebab bertentangan dengan "pilihan bebas", yang harus mendasari keperawanan demi Kerajaan Allah (HN)

 

Pelita Hati: Panggilan Tuhan adalah undangan yang harus diisi dengan membaktikan diri.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Senin, 13 Agustus 2012

Renungan Harian: Jumat 17 Agustus 2012

Renungan Harian: Jumat 17 Agustus 2012

Mat 22:15-21

Sekali peristiwa orang-orang Farisi berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama orang-orang Herodian bertanya kepada Yesus,

"Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajarkan jalan Allah, dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Bolehkah membayar pajak kepada kaisar atau tidak?" Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka. Maka Ia lalu berkata, "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu!" Mereka membawa suatu dinar kepada Yesus. Maka Yesus bertanya kepada mereka,"Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka,"Gambar dan tulisan kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka,"Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."

 

KEMERDEKAAN YANG BERTANGGUNG JAWAB

Berbahagialah kita dicipta di bumi Indonesia, Negara Pancasila, Negara berke-Tuhanan, di mana kita diberi jaminan untuk menikmati kebebasan beragama, berpolitik, berserikat, dan diberi kesempatan untuk mengembangkan semangat toleransi antara sesama warga negara, yang punya keyakinan sendiri-sendiri. Hal untuk menikmati kebebasan juga mengandung kewajiban untuk bekerja demi keadilan dan kesejahteraan rakyat, berusaha agar semua warga negara dapat mencicipi kebebasannya! Bebas dari tekanan si penguasa, dari intimidasi, dari kemiskinan, dari paksaan sekalipun secara halus.

Dalam bidang sosio-politik umat Katolik tentu saja mempunyai kewajiban yang sama dengan umat-umat lain. Sebab seluruh warga wajib berusaha bersama dengan pemerintah untuk mencapai kesejahteraan bagi segenap rakyat. Kita wajib bekerja sama dengan Pemerintah dalam usahanya untuk terus-menerus menyehatkan struktur politik, sehingga program pembangunan diutamakan dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Dalam bidang politik kita perlu mengikuti bimbingan Roh Kudus, dijiwai semangat Kristus (HN).

 

Pelita Hati: Kemerdekaan mengandung kewajiban untuk bekerja demi keadilan dan kesejahteraan bersama.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Kamis 16 Agustus 2012

Renungan Harian: Kamis 16 Agustus 2012

Mat 18:21-19:1

Sekali peristiwa datanglah Petrus kepada Yesus dan berkata, "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kalikah?" Yesus menjawab, "Bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Sebab hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunasi utangnya, raja lalu memerintahkan supaya ia beserta anak isteri dan segala miliknya dijual untuk membayar hutangnya. Maka bersujudlah hamba itu dan menyembah dia, katanya  "Sabarlah dahulu, segala utangku akan kulunasi." Tergeraklah hati raja oleh belas kasih akan hamba itu, sehingga hamba itu  dibebaskannya dan utangnya pun dihapusnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Kawan itu segera ditangkap dan dicekik, katanya : Bayarlah utangmu! Maka sujudlah kawan itu dan minta kepadanya: "Sabarlah dahulu, utangku itu akan kulunasi.

Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya ke dalam penjara sampai semua utangnya ia lunasi. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih, lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu memerintahkan memanggil orang itu dan berkata kepadanya : "Hai hamba jahat! Seluruh utangmu telah kuhapuskan.....

 

PENGAMPUNAN DIPERLUKAN

Di mana hubungan cinta ditekankan, pengampunan harus selalu disediakan, bila perlu ditawarkan. Bukankah Tuhan memerintahkan berdamai dahulu, sebelum orang maju mempersembahkan kurban? Hubungan kita dengan Tuhan belum akan pulih kembali, bila kita belum memberi pengampunan penuh kepada sesama, seperti yang kita harapkan bagi kita sendiri: bila perlu sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Bila dendam dan marah begitu hebat mengancam dunia, kita dalam dunia kecil dan dunia besar dapat memulai dengan kampanye pengampunan. Mulai dengan pengampunan di dalam hati, dalam tutur kata, dalam sikap terhadap orang lain, golongan lain, bangsa, dan negara lain. Hal ini dapat dikonkretkan lagi dalam hubungan damai, saling mengampuni, antaranggota komunitas, keluarga, teman sejawat, sekerja. Kita dapat berlatih untuk berdamai dan mengampuni lebih cepat, lebih rela, tidak menyimpan, tidak mendendam. Begitu banyak marah, emosi, rasa tersinggung dalam diri manusia. Bila tidak ada pengampunan, dari dalam dirinya sendiri manusia akan mengalami kebinasaan (HN).

 

Pelita Hati: Pengampunan harus dimulai dari diri sendiri, yaitu dalam hati, tutur kata, dan sikap terhadap orang lain.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Rabu 15 Agustus 2012

Renungan Harian: Rabu 15 Agustus 2012

Luk 1:39-56

Beberapa waktu sesudah kedatangan Malaikat Gabriel, bergegaslah Maria ke pegunungan menuju sebuah kota di wilayah Yehuda. Ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimya, dan Elisabet pun penuh denga Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring, "Diberkatilah engkau di antara semua wanita, dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Sungguh, berbahagialah dia yang telah percaya, sebab firman Tuhan yang dikatakan kepadanya akan terlaksana." Lalu kata Maria, "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku, dan nama-Nya adalah kudus. Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya, dan menceraiberaikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya, dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham .....

 

MARIA DIANGKAT KE SURGA

Hidup manusia sering digambarkan sebagai suatu perjalanan yang jauh dengan suka dan dukanya, dengan kegagalan dan keberhasilannya. Dan bila ada orang yang telah mendahului menempuh jalan yang sulit dan berbahaya itu, maka akan lebih mudahlah bagi yang lain untuk mengikutinya. Perintis yang telah berhasil itu akan menunjukkan jalan dan memberi dorongan yang kuat. Maka betapa bahagialah bila akhirnya tujuan perjalanan itu dapat dicapai dengan selamat.

Bunda Maria tidak terlepas dari cobaan-cobaan iman seperti yang kita alami. Dialah Bunda dukacita, Bunda kaum beriman, pola masa depan kita. Kini ia telah diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Ia ikut serta secara istimewa dalam kejayaan Kristus atau maut, kebencian, dan ketakutan.

Bunda Maria telah menanggapi rahmat Allah dengan sempurna. Tujuan Gereja telah terlaksana dalam diri Bunda Maria. Dengan kehidupan biasa sehari-hari seturut teladan Bunda Maria orang harus menyadari kelemahan serta kemiskinannya sebagai manusia, agar dengan demikian terbuka dan peka terhadap panggilan penyelamatan Kristus. Maka hidupnya akan merupakan suatu syukur terus-menerus atas segala karya besar yang dapat dilaksanakan (HN).

 

Pelita Hati: Hidup Maria adalah syukur terus-menerus, sehingga Allah meninggikan dia. Apakah kita mau mengikuti teladan hidupnya?

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Selasa 14 Agustus 2012

Renungan Harian: Selasa 14 Agustus 2012

Mat 18:1-5.10.12-14

Sekali peristiwa datanglah murid-murid dan bertanya kepada Yesus,

"Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?" Maka Yesus memanggil seorang anak kecil, dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, lalu berkata,"Aku berkata kepadamu: Sungguh, jika kalian tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kalian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak kecil seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang pun dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: malaikat-malaikat mereka di surga selalu memandang wajah Bapa-Ku di surga." Lalu Yesus bersabda lagi, bagaimana pendapatmu? Jika seseorang mempunyai seratus ekor domba dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang 99 ekor di pegunungan lalu pergi mencari yang sesat itu? Dan aku berkata kepadamu, sungguh, jika ia berhasil menemukannya, lebih besarlah kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian pula Bapamu yang di surga tidak menghendaki seorang pun dari anak-anak ini hilang."

 

ANAK KECIL

Manusia kehilangan banyak kepolosan, sejak ia meninggalkan usia kanak-kanaknya. Anak kecil menggantungkan diri seluruhnya kepada orangtua. Ia tidak memikirkan yang serba tinggi bagi dirinya, tetapi cukup sebagai anak kecil, di mana selesai disusui, tidur tenang di pangkuan ibunya. Maka agak berat ketika anak diajak untuk mandiri. Ketika orang diajari mandiri dan berdikari - sesuatu yang baik - rupanya ia kerap mempunyai pikiran dan keinginan bagi diri sendiri, yang tidak selalu berkenan kepada Tuhan.

Ada saat-saat, di mana si anak kecil dirampas dari tangan Tuhan dengan contoh buruk, ajakan jahat, yang merangsang anak untuk mempunyai keinginan-keinginan, yang bukan lagi mencerminkan kepercayaan dan penyerahan diri anak kepada Bapa. Lalu Bapa akan membuka hati sayang, mengikuti cemburu-Nya, yang tidak rela salah satu dari si kecil itu dihina.

Suasana keluarga dan sekolah yang baik, sering kurang mendapat perhatian dari orangtua dan pendidik, tetapi berat bobotnya di mata Bapa, karena salah satu yang disayanginya ada dalam bahaya. Orangtua tidak harus selalu menggurui si anak, dalam kesederhanaan, kepolosan, penuh percaya menyerahkan diri kepada Bapa, orangtua dapat belajar dari anak kecil, untuk masuk dalam kerajaan Surga (HN).

 

Pelita Hati: Kita bisa belajar dari kepolosan seorang anak demi membiarkan rahmat Tuhan bekerja dalam diri kita.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Sabtu, 11 Agustus 2012

Renungan Harian: Senin 13 Agustus 2012

Renungan Harian: Senin 13 Agustus 2012

Mat 17:22-27

Sekali peristiwa Yesus bersama murid-murid-Nya ada di Galilea. Ia berkata kepada mereka, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia; mereka akan membunuh Dia, tapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka hati para murid itu pun sedih sekali. Ketika Yesus dan para murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah seorang pemungut pajak bait Allah kepada Petrus dan berkata, "Apakah gurumu tidak membayar pajak dua dirham?" Jawab Petrus,"Memang membayar."

Ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan,

"Bagaimana pendapatmu, Simon? Dari siapa raja-raja di dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?" Jawab Petrus,"Dari orang asing!" Maka kata Yesus kepadanya,"Jadi bebaslah rakyatnya! Tetapi agar kita jangan menjadi batu sandungan bagi mereka,

Pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu."

 

JANGAN MEMBUAT SANDUNGAN

Penjelmaan Yesus utuh dan Ia menjalani itu seutuh-utuhnya, lengkap sebagai anggota umat. Ia bersama umat pendosa minta dipermandikan oleh Yohanes Pembaptis. Ia tidak mengistimewakan diri dalam pergaulan, tetapi dekat pada para pembea, pendosa, wanita tunasusila. Ia seorang guru yang berbicara dengan wanita Samaria, Ia menerima ibu-ibu dengan anak-anaknya yang mohon berkat. Semua itu kekecualian di Israel! Justru karena Yesus berbuat "begitu biasa", merendahkan diri sebagai rabbi, sehingga ditunjuk oleh para musuh banyak cacat-cela-Nya.

Yesus yang begitu biasa, sederhana, murah hati terhadap pendosa, lembut kepada orang sakit dan menderita, berkali-kali menjadi "sandungan" bagi para pemegang hukum Taurat, para ahli kitab dan kaum Farisi: kalau Ia melanggar hukum Sabat, kalau Ia membiarkan para murid makan tanpa membasuh tangan, tidak mengindahkan larangan makanan.

Di sini sikap Yesus menjadi jelas dalam garis-garis perutusan-Nya sebagai Putera Bapa yang menjelma: Ia diutus untuk menyembuhkan orang yang remuk-redam: maka Ia mendekati para pendosa, ikut dibaptis bersama mereka, yang butuh pengampunan. Ia mau biasa dalam makan-minum, pergaulan sampai membayar pajak. Tetapi di mana kehormatan Bapa dilanggar, Ia bisa mengusir orang berjualan dari bait suci. Tetapi terutama, bila gambaran dan kebaikan Bapa dinodai oleh peraturan sia-sia, dan umat tak berdaya dijauhkan dari pengalaman cinta kasih Allah dalam agama, maka hal itu ditentang oleh Yesus mati-matian: Ia menjadi sandungan! (HN).

 

Pelita Hati: Jangan kita menjadi sandungan bagi Tuhan dengan berdalih mempertahankan aturan.

.

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.

Renungan Harian: Minggu 12 Agustus 2012

Renungan Harian: Minggu 12 Agustus 2012

Yoh 6:41-51

Di rumah ibadat di Kapernaum orang-orang Yahudi bersungut-sungut tentang Yesus, karena Ia telah mengatakan, "Akulah roti yang telah turun dari surga." Kata mereka, "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapa-Nya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata, "Aku telah turun dari surga?" Jawab Yesus kepada mereka, "Jangan kamu bersungut-sungut! Tidak seorang pun datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar, dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku. Hal itu tidak berarti bahwa ada orang yang telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah yang telah melihat Bapa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya, barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal. Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun, dan mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari surga: Barangsiapa makan dari padanya, ia tidak akan mati. Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya. Dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia."

 

PERCAYA KEPADA YESUS

 

Kalau kita mau datang kepada Yesus, mau percaya, mau mengerti Dia dan apa peranan-Nya bagi kita, maka untuk itu kita harus ditarik oleh Allah sendiri.

Bagaimana Allah menarik kita? Tentang hal itu Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Nya. Tetapi dengan ini persoalan belum selesai, karena timbul pertanyaan: Di mana kita dapat mendengar pengajaran Bapa sehingga kita bisa menerima-Nya? Untuk menjawab pertanyaan ini kita boleh mengandaikan, bahwa apa yang dikatakan dalam teks kita tentang "melihat" berlaku juga untuk "mendengar" sehingga dapat dikatakan, "Hal itu tidak berarti, bahwa ada orang yang telah mendengar Bapa. Hanya dia yang berasal dari Allah telah mendengar Bapa dan bisa menyampaikan pernyataan Bapa itu. Tetapi karena menurut Yohanes, Yesus dan Bapa adalah satu, maka barangsiapa mendengar Yesus juga mendengar Bapa.

Maka Yohanes mengatakan di sini bahwa seseorang bisa percaya, kalau dengan bantuan Allah ia mendengarkan segala sesuatu yang disampaikan Yesus. Kalau ia sungguh-sungguh menerima dan mengkajinya dalam hati, maka ia akan mengerti dan memahami: Apa yang saya dengar dari mulut Yesus sungguh menerangi hati saya, membantu saya untuk hidup lebih manusiawi, membuat saya lebih bahagia (HN).

 

Pelita Hati: Bila hati kita terbuka, maka kata-kata Yesus akan menerangi kegelapan kita dan membuka cakrawala baru.

 

Diambil dari Nyalakanlah Pelita Hatimu, Renungan Harian 2012, Penerbit Bina Media Perintis, Medan.